CAPITAL RATIONING
A.
Pengertian
Pencatuan Modal (Capital Rationing)
Dana investasi yang tersedia untuk
suatu tahun sering dibatasi oleh ceiling atau batas tertinggi (plafond)
tertentu sehingga sebagian usul investasi terpaksa tidak dapat dilaksanakan
meskipun sebenarnya usul – usul investasi tersebut dapat diterima. Adanya
batasan dana investasi tersebut dalam suatu tahun ialah apa yang disebut adanya
“pencatuan modal” atau “capital rationing”
Pencatuan modal terjadi setiap waktu
kalau ada kendala mengenai jumlah dana yang dapat diinvestasikan selama suatu
periode tertentu, misalnya satu tahun. Kendala semacam ini adalah lazim terjadi
pada sejumlah perusahaan yang dalam mendanai investasi lebih menekankan pada
sumber internal dan kurang berminat untuk mendanai dari sumber eksternal. Kalau
pada tingkat divisi dalam suatu perusahaan ada batasan bahwa kepala divisi
hanya mempunyai wewenang untuk mengadakan investasi sampai batas tertinggi
tertentu maka ini pun berarti bahwa ada pencatuan modal bagi divisi tersebut.
Kalau ada pencatuan modal, maka
manajer harus menyeleksi kombinasi dari usul – usul investasi yang dapat
menghasilkan nilai – sekarang – neto atau NPV yang paling tinggi sesuai dengan
kendala anggaran untuk periode yang bersangkutan.
Untuk lebih jelasnya dapat diberikan contoh sebagai berikut:
Suatu perusahaan mempunyai peringkat
atau ranking usulan investasi menurut besarnya profitability-index sebagai
berikut:
Usulan investasi
|
Dana investasi yang
Diperlukan (outlay)
|
Profitability
index
|
4
3
6
2
5
1
|
Rp. 1.400.000,00
Rp. 500.000,00
Rp. 800.000,00
Rp. 700.000,00
Rp. 400.000,00
Rp. 600.000,00
|
1,18
1,17
1,16
1,16
1,14
1,10
|
Masing – masing usul investasi
tersebut merupakan usul investasi yang tidak tergantung satu sama lain
(independent project).
Dana investasi yang disediakan untuk
tahun tersebut sebesar Rp. 1.700.000,00. Dari data itu kita akan mempunyai
berbagai kombinasi usulan investasi dengan NPV nya sebagai berikut:
Alternative I
Kombinasi dari usul – usul investasi
3,6 dan 5 yang memerlukan dana investasi sebesar Rp. 500.000,00 + Rp.
800.000,00 + Rp. 400.000,00 = Rp. 1.700.000,00 dengan keseluruhan NPV:
Usul 3
Rp. 500.000,00 (1,17-1,0) = Rp.
85.000,00
6 Rp. 800.000,00 (1,16-1,0) = Rp.
128.000,00
5 Rp. 400.000,00 (1,14-1,0) = Rp. 56.000,00
Rp. 1.700.000,00 Total NPV Rp.
269.000,00
Alternatife II
Kombinasi
dari usul – usul investasi 6 dan 2 yang memerlukan dana investasi Rp.
800.000,00 + Rp. 700.000,00 = Rp. 1.500.000,00 dengan keseluruhan NPV:
Usul 6 Rp.
800.000,00(1,16-1,0) =
Rp. 128.000,00
2 Rp. 700.000,00(1,16-1,0) = Rp. 112.000,00
Rp.
1.500.000,00 Total
NPV Rp.
240.000,00
Alternatife III
Usul investasi 4 yang memerlukan dana investasi sebesar Rp.
1.400.000,00 dan mempunyai NPV sebesar
Rp.
1.400.000,00(1,18-1,0) = Rp. 252.000,00
Dari hasil perhitungan di atas ternyata alternatife I menghasilkan
NPV yang paling tinggi, sehingga dengan demikian kita akan memilih alternatife I
yang terdiri dari usul – usul investasi 3, 6 dan 5.
Kita menyadari bahwa pelaksanaan anggaran adalah tidak kaku. Dengan
demikian dalam praktik dimungkinkan adanya fleksibilitas. Lagi pula biaya dari
suatu usul investasi tertentu mungkin disebar selama beberapa tahun. Berhubung
dengan itu kita harus mempertimbangkan lebih dari hanya kendala satu waktu
saja. Ini berarti bahwa kita tidak hanya mengadakan analisis waktu tunggal
saja, tetapi kita perlu juga untuk mengadakan analisis waktu ganda
(multi-period-analysis).
Dengan analisis waktu ganda, penundaan dari usul investasi adalah
dimungkinkan. Kalau terdapat cukup banyak usulan investasi yang mempunyai
profitabilitas yang lebih kecil dapat ditunda sampai periode berikutnya kalau
anggaran memungkinkan.
Yang dianggap sebagai biaya atau korban dari pencatuan modal adalah
profitabilitas yang dikorbankan karena proyek tersebut tidak dilaksanakan pada
tahun ini. Kemungkinan terjadi kalau suatu usul investasi tidak dilaksanakan
pada tahun ini dan ditunda sampai tahun depan, proyek tersebut akan mempunyai
profitability-index atau PI sebesar 1,30 sedang kalau ditunda tahun depan PI-nya akan dapat lebih kecil misalnya
menjadi 1,20. Ini berarti bahwa kalau proyek tersebut ditunda sampai tahun
depan akan kehilangan angka sebesar 1,10. Berhubung dengan itu kalau kita
mengadakan analisis waktu ganda maka usul – usul investasi yang mempunyai angka
kehilangan yang besar diusahakan sedapat mungkin dilakukan tahun ini, sedangkan
yang mempunyai angka kehilangan yang kecil dapat ditunda sampai tahun depan.
Tetapi tujuannya adalah tetap yaitu memilih kombinasi usul investasi yang dapat
menghasilkan NPV yang paling tinggi. Hanya kombinasinya disini meliputi usul
investasi yang akan dilakukan tahun
depan. Untuk lebih jelasnya dapat diberikan contoh berikut:
Contoh
Suatu perusahaan mempunyai kesempatan investasi dibawah ini yang
diurutkan menurut besarnya profitability-index.
Usul investasi profitability dana investasi profitability index kalau
index
tahun ini ditunda tahun depan
6 1,15 Rp. 2.500.000,00
1,11
7 1,13 Rp. 2.000.000,00 1,11
3 1,12 Rp. 5.000.000,00 1,07
2 1,09 Rp. 3.000.000,00 1,03
1 1,08 Rp.2.000.000,00 1,01
5 1,07 Rp.2.500.000,00 1,05
4 1,05 Rp.3.000.000,00 1,01
Masing – masing usul investasi tersebut tidak tergantung satu sama
lain. Dana investasi yang tesedia untuk digunakan tahun ini sebesar Rp
16.000.000,00. Untuk tahun depan akan tersedia tambahan dana investasi sebesar
Rp. 2.000.000,00 lagi.
Bagaimana kalau manajer akan menentukan pilihan kombinasi usulan
invetasi yang tepat, baik atas dasar pendekatan analisis waktu tunggal
maupun pendekatan analisis waktu ganda?
a.
Analisis Waktu Tunggal
Alternatife I
Kombinasi dari usul – usul investasi 6, 7, 3, 2 dan 5 yang
memerlukan dana investasi sebesar Rp. 2,50 + Rp. 2,00 + Rp. 5,00 + Rp. 3,00 +
Rp. 2,50 = Rp. 15,00 (dalam jutaan rupiah). Keseluruhan NPV dari alternatife
ini adalah:
Usul 6 Rp 2.500.000,00(1,15-1,0) = Rp
375.000,00
7 Rp 2.000.000,00(1,13-1,0) = Rp 260.000,00
3 Rp 5.000.000,00(1,12-1,0) = Rp
600.000,00
2 Rp 3.000.000,00(1,09-1,0) = Rp 270.000,00
5 Rp 2.500.000,00(1,07-1,0) = Rp 175.000,00
Rp 15.000.000,00 Total
NPV Rp 1.680.000,00
Alternatife II
Kombinasi dari usul – usul investasi 6, 3, 2, 1 dan 5 yang juga
memerlukan dana investasi sebesar 15 juta. Keseluruhan NPV dari alternatif ini
adalah :
Usul 6 Rp 2.500.000,00(1,15-1,0) =
Rp 375.000,00
3 Rp 5.000.000,00(1,12-1,0) = Rp
600.000,00
2 Rp 3.000.000,00(1,09-1,0) =
Rp 270.000,00
1 Rp 2.000.000,00(1,08-1,0) = Rp
160.000,00
5 Rp 2.500.000,00(1,07-1,0) = Rp
175.000,00
Rp 15.000.000,00 Total NPV =
Rp 1.580.000,00
Dari dua alternatif tersebut ternyata alternatif I yaitu yang
terdiri dari usul – usul investasi 6, 7, 3, 2 dan 5 mempunyai total NPV yang
lebih besar daripada alternatif II,
sehingga kita harus memilih alternatif
atau kombinasi I
b.
Analisis Waktu Ganda
Dalam analisis waktu ganda kita perlu mengetahui besarnya
kehilangan angka dari masing – masing usul investasi kalau usul tersebut
terpaksa ditunda sampai tahun depan yang
ini dapat dilihat sebagai berikut:
Usul Outlay PI PI
Kehilangan
Investasi Sekarang Kalau Ditunda Angka
Tahun Depan
6 Rp 2,5
juta 1,15 1,11 0,04
7 Rp
2,0 juta 1,13 1,11 0,02
3 Rp 5,0 juta 1,12 1,07 0,05
2 Rp
3,0 juta 1,09 1,03 0,06
1 Rp 2,0
juta 1,08 1,01 0,07
5 Rp
2,5 juta 1,07 1,05 0,02
4 Rp
3,0 juta 1,05 1,01 0,04
Kita
mencoba untuk menyusun berbagai kombinasi yang terdiri dari usul – usul
investasi yang akan dilakukan tahun ini dan yang akan ditunda sampai tahun
depan sebagai berikut:
Kombinasi I
Tahun ini : Usulan 6, 7,
3, 2 dan 5
Usulan 6 Rp 2.500.000,00(1,15-1,0) = Rp 375.000,00
7 Rp 2.000.000,00(1,13-1,0) = Rp 260.000,00
3 Rp 5.000.000,00(1,12-1,0) = Rp 600.000,00
2 Rp 3.000.000,00(1,09-1,0) = Rp 270.000,00
5 Rp 2.500.000,00(1,07-1,0) = Rp 175.000,00
Rp 15.000.000,00 = Rp 1.680.000,00
Ditunda Tahun Depan
Usulan 4 Rp 3.000.000,00(1,01-1,0) = Rp
30.000,00
Rp 18.000.000,00
Total
NPV = Rp 1.710.000,00
Dana investasi
tahun ini yang digunakan Rp 15 juta dan usul investasi yang ditunda memerlukan
Rp 3 juta sehingga keseluruhan menjadi Rp 18 juta. (masih dalam batasan
anggaran yang tersedia, yaitu anggaran investasi tahun ini = Rp 16 juta dan
anggaran investasi tambahan tahun depan = Rp 2 juta).
Kombinasi II
Tahun ini. Usulan 6, 3,
1, 5 dan 4
Usulan
6 NPV = Rp
375.000,00
3 = Rp
600.000,00
1 = Rp 160.000,00
5 = Rp 175.000,00
4 = Rp 150.000,00
NPV
proyek tahun ini Rp 1.460.000,00
Ditunda Tahun Depan
Usulan
7
(Rp2.000.000,00(1,11-1,0) = Rp 220.000,00
Total
NPV Rp 1.680.000,00
Dana investasi
yang digunakan tahun ini adalah Rp 15 juta dan untuk usulan yang ditunda sampai
tahun depan membutuhkan dana investasi sebesar Rp 2 juta sehingga keseluruhan menjadi Rp 17
juta.
Kombinasi III
Tahun ini: usulan 6, 2, 3, 1 dan 5
Usulan
6 NPV = Rp
375.000,00
2 = Rp
270.000,00
3 = Rp
600.000,00
1 = Rp
160.000,00
5 = Rp
175.000,00
NPV
proyek tahun ini Rp 1.580.000,00
Ditunda Tahun Depan
Usulan
7 (Rp2.000.000,00(1,11-1,0) = Rp 220.000,00
Total
NPV Rp 1.800.000,00
Dana investasi
yang diperlukan untuk tahun ini Rp 15 juta dan untuk usulan yang ditunda sampai
tahun depan Rp 2 juta sehingga keseluruhan berjumlah Rp 17 juta.
Dari hasil
perhitungan di atas tampak jelas bahwa kombinasi III adalah kombinasi yang
menghasilkan keseluruhan atau total NPV yang paling besar dibandingkan dengan
kombinasi I dan II sehingga sebaiknya perusahaan memilih kombinasi III.
Salah satu
faktor yang menyebabkan bahwa kombinasi III mampu menghasilkan NPV keseluruhan
yang paling besar ialah karena usul – usul investasi yang mempunyai kehilangan
angka yang besar kalau ditunda ( usul 1, 2 dan 3 yang masing – masing mempunyai
kehilangan angka 0,07; 0,06; dan 0,05) semuanya dipilih untuk dilaksanakan
tahun ini. Sedangkan usulan yang kehilangan angkanya kecil (usulan 7 dengan
kehilangan angka 0,02) ditunda sampai tahun depan.
ANALISIS RISIKO DALAM PENGANGGARAN MODAL
1.
Pengertian
kepastian, ketidakpastian dan risiko investasi
Apabila
dalam uraian di muka kita tidak mempertimbangkan unsure risiko dalam
pengambilan keputusan investasi, maka dalam bab ini akan dimasukkan unsur
risiko dalam penilaian proyek investasi.
Kita
menyadari bahwa tidak seorang pun dapat mengatakan sebelumnya apa yang akan
terjadi di waktu yang akan datang. Kita hanya dapat mengadakan dugaan atau
perkiraan mengenai masa yang akan datang.
Ketidakpastian
(uncertainty) adalah
kondisi yang dihadapi oleh seseorang, apabila masa yang akan datang mengandung sejumlah kemungkinan peristiwa
yang akan terjadi yang tidak kita ketahui. Dalam ketidakpastian semua
kemungkinan dapat terjadi. Tentunya kita dapat menduga – duga atau
memperkirakan hasil apa yang akan terjadi, tetapi kita masih dalam kegelapan
mengenai kemungkinan terjadi peristiwa atau hasil tersebut. Sedangkan kepastian(certainty)
menyangkut masa yang akan datang yang
mengandung seseuatu kemungkinan hasil
yang sudah dapat diketahui pada waktu ini.
Suatu
kondisi yang lebih realistis yang dihadapi oleh pimpinan perusahaan adalah risiko.
Dalam pengertian risiko terdapat sejumlah kemungkinan hasil yang diketahui,
atau kemungkinan terjadi suatu peristiwa diantara kejadian seluruhnya yang
mungkin terjadi. Hal ini adalah lebih realistis, karena pada umumnya kita telah
terdidik untuk mengadakan taksiran atau dugaan yang meliputi suatu rentang
(range) kemungkinan terjadi suatu peristiwa dari kemungkinan peristiwa ekstrim
yang lain. Dengan demikian maka risiko suatu investasi dapat diartikan sebagai
probabilitas tidak dicapainya tingkat keuntungan yang diharapkan, atau
kemungkinan return yang diterima menyimpang dari yang diharapkan. Makin besar
penyimpangan tersebut berarti makin besar risikonya. Risiko investasi
mengandung arti bahwa return diwaktu yang akan dating tidak dapat diketahui,
tetapi hanya dapat diharapkan.
Dalam
hal ini kita menggunakan pendekatan yang mengabaikan faktor risiko
seperti dalam bab – bab sebelumnya, kita menggunakan asumsi bahwa arus – kas
diketahui dengan pasti dan bahwa biaya modal (cost of capital) adalah tidak
mengandung risiko. Dalam keadaan ada kepastian tersebut, besarnya biaya modal
sama dengan tingkat bunga bebas risiko (risk – free rate of interest) atau
tingkat bunga murni (pure interest rate), karena tidak ada kemungkinan tidak
dapat direalisasikannya arus – kas yang diharapkan. Dilihat dari corak
risiko perusahaan secara keseluruhan, pendekatan tersebut menggunakan asumsi
bahwa penerimaan setiap usul investasi tidak akan mengubah corak risiko
perusahaan secara keseluruhan sehingga tidak akan mengubah penilaian risiko
dari pemberi modal terhadap perusahaan yang bersangkutan.
Tetapi
kalau kita memasukkan unsur risiko dalam penilaian usul investasi
berarti kita memberikan kemungkinan bagi proyek investasi untuk mempunyai
tingkat risiko yang berbeda sehingga akan dapat mengubah corak risiko
perusahaan secara keseluruhan. Kalau kita menggunakan asumsi ini maka
penerimaan suatu proyek investasi akan dapat mengubah corak risiko perusahaan
secara keseluruhan sehingga hal ini akan dapat mengubah tingkat keuntungan yang
disyaratkan (required rate of return) yang dituntut oleh pemberi modal. Ini
berarti bahwa kalau suatu perusahaan akan menerima suatu proyek investasi
tertentu yang mengandung risiko yang besar, para pemberi modal akan menuntut
imbalan yang lebih besar sebagai kompensasinya yaitu dalam bentuk tingkat
keuntungan yang disyaratkan atau tingkat diskonto yang lebih besar. Dalam
hubungan ini perlu kita mempelajari berbagai cara bagaimana kita dapat mengukur
risiko suatu proyek tunggal.
2.
Berbagai Cara Memasukkan Faktor Risiko Dalam Penilaian Usul
Investasi
Dalam
kenyataan sebagian besar proyek investasi mengandung risiko. Bagaimana kita
mengukur, mengkuantitatifkan dan menginterpretasikan risiko yang terkandung
dalam suatu proyek investasi? Adalah penting untuk mengkuantitatifkan risiko ke
dalam beberapa ukuran standar sehingga dapat dikomunikasikan dengan pihak lain
yang berkepentingan.
Ada
beberapa pendekatan dalam memasukkan pertimbangan dan pengukuran risiko ke
dalam anggaran modal yang pelaksanaannya adalah bervariasi tergantung kepada
criteria keputusan yang digunakannya dan juga bervariasi antara berbagai
situasi.
a.
Pendekatan Mean – Standar Deviasi
Pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling langsung memasukkan
unsur risiko ke dalam criteria keputusan yang menggunakan konsep nilai sekarang
(present value).
Jika menggunakan criteria “discounted cash – flow” dalam
keadaan ada kepastian, kita hanya menggunakan “angka tunggal” (point
estimates) untuk setiap arus – kas tahunan. Sebaliknya kalau kita
memasukkan unsur risiko, kita tidak menggunakan angka tunggal untuk setiap arus
- kas tahunan, melainkan menggunakan “mean”
dari distribusi probabilitas untuk arus – kas setiap tahunnya. Dalam hubungan
ini kita berhubungan dengan alat statistik yang disebut probabilitas
yang dapat didefinisikan sebagai kemungkinan terjadinya suatu peristiwa di
antara kejadian seluruhnya yang mungkin terjadi, atau perbandingan frekuensi
kejadian dengan kejadian seluruhnya. Apabila seorang manajer keuangan membuat
estimasi arus – kas suatu proyek, dia mempertimbangkan probabilitas dari masing
– masing arus – kas yang mungkin terjadi. Dengan cara ini kita akan dapat
mempertimbangkan rentang (range) arus – kas yang mungkin terjadi untuk suatu
periode tertentu, dan bukan hanya arus – kas yang paling dikehendaki.
Dalam kaitan ini besarnya risiko suatu proyek investasi dapat
dilihat dari besarnya penyebaran arus – kas dari proyek investasi tersebut.
Kalau risiko dihubungkan dengan distribusi probabilitas arus – kas yang mungkin
terjadi, maka dapat dikatakan bahwa makin besar penyebarannya berarti makin
besar risikonya. Risiko di sini dapat didefinisikan sebagai variabilitas arus –
kas terhadap arus – kas yang diharapkan. Makin besar variabilitasnya dapat
diartikan makin besar risiko dari proyek tersebut.
Bagaimana kita dapat mengukur atau mengkuantitatifkan penyebaran
dari distribusi probabilitas arus kas tersebut? Alat pengukur penyebaran yang
konvensional adalah standar deviasi, yang secara matematik dapat dinyatakan
sebagai berikut:
Dimana
adalah arus – kas untuk kemungkinan X,
adalah probabilitas terjadinya arus – kas, dan
adalah expected value dari arus – kas atau
mean dari distribusi probabilitas arus – kas. Expected value atau mean dari
distribusi probabilitas dapat dinyatakan sebagai :
=
Perhitungan
mean dari distribusi probabilitas arus – kas beserta standar deviasi dari
proyek A dan B dapat dilakukan dengan cara berikut:
Proyek A
Arus – kas
|
Probabilitas
|
|
Rp 3.000,00
Rp 4.000,00
Rp. 5.000,00
|
X 0,30
X 0,40
X 0,30
Mean
|
= Rp
900,00
= Rp
1.600,00
= Rp
1.500,00
Rp 4.000,00
|
–
)2
(3.000
– 4.000)2 x 0,30 = Rp
300.000,00
(4.000
– 4.000)2 x 0,40 = Rp 0
(5.000
– 4.000)2 x 0,30 = Rp 300.000,00
Variance
Rp 600.000,00
Standar deviasi,
=
= Rp 775,00
Proyek
B
Arus – kas
|
Probabilitas
|
|
Rp 2.000,00
Rp 4.000,00
Rp. 6.000,00
|
X 0,30
X 0,40
X 0,30
Mean
|
= Rp
600,00
= Rp
1.600,00
= Rp
1.800,00
Rp 4.000,00
|
–
)2
(2.000
– 4.000)2 x 0,30 = Rp 1.200.000,00
(4.000
– 4.000)2 x 0,40 = Rp 0
(6.000
– 4.000)2 x 0,30 = Rp 1.200.000,00
Variance
Rp 2.400.000,00
Standar
deviasi,
=
= Rp1.549,00
Dari
perhitungan di atas tampak bahwa standar deviasi untuk proyek B lebih besar
daripada standar deviasi untuk proyek A. Dengan demikian kita dapat mengatakan
bahwa proyek B mempunyai risiko yang lebih besar dibandingkan dengan proyek A.
Oleh karena risiko proyek A lebih kecil daripada proyek B maka kita akan lebih
menyukai proyek A.
Apabila
standar deviasi merupakan ukuran penyebaran yang dinyatakan secara absolut,
maka ukuran penyebaran yang dinyatakan secara relatif ialah apa yang disebut
“koefisien variasi” (coefficient of variation), yaitu standar deviasi dari
distribusi probabilitas dibagi dengan mean atau expected value – nya.
Dengan
demikian maka koefisien variasi dari proyek A adalah
=
=
0,19
Sedangkan
koefisien variasi untuk proyek B adalah:
=
=
0,39
Oleh
karena koefisien variasi untuk proyek B lebih besar daripada proyek A, dapat
dikatakan bahwa proyek B mempunyai risiko yang lebih besar daripada proyek A.
ini berarti bahwa proyek A akan lebih disukai karena risikonya lebih kecil.
b.
Pendekatan Ekuivalen Kepastian ( Certainty
Equivalent Approach)
Pendekatan ini akan membuat seseorang untuk
memberikan penilaian yang sama antara sejumlah arus kas tertentu yang sudah
pasti diterima dengan sejumlah arus kas tertentuyang diharapkan yang belum
pasti dan mengandung risiko. Dalam pendekatan certainty – equivalent ini penyesuaian
risiko dilakukan secara langsung terhadap arus kas yang diperkirakan akan
terjadi di waktu yang akan datang. Dengan mengurangi arus kas yang diharapkan
yang mengandung ketidakpastian itu menjadi arus kas yang pasti sebenarnya kita
kembali lagi bersangkutan dengan penilaian proyek investasi yang dalam keadaan
ada kepastian. Dalam keadaan ada kepastian kita harus menggunakan tingkat
diskonto bebas risiko (risk – free rate ). Demikian pula halnya dalam
pendekatan certainty – equivalent ini kita juga harus menggunakan tingkat
diskonto bebas risiko untuk mendiskontokan arus kas yang ekuivalen mempunyai
kepastian. Aturan pengambilan keputusan dengan menggunakan pendekatan ini
adalah sama mengenai diterima atau ditolaknya suatu proyek investasi, yaitu
apabila “certainty – equivalent NPV” lebih besar daripada nol maka usul
investasi tersebut diterima, dan sebaliknya kalau kurang dari nol maka usul
investasi tersebut selayaknya ditolak.
Bagaimana cara menghitung certainty –
equivalent cash flow (C.Et) selama umur proyek?
Kita mengenal beberapa cara untuk menghitung
certainty equivalent cash flow yaitu:
1.
Estimasi
arus kas dikurangi dengan sejumlah standar deviasi yang cukup untuk menjamin
bahwa dalam distribusi normal, kemungkinan terjadinya akan terjadi dengan
pasti. Hal ini dapat dilakukan dengan cara misalnya mengurangi mean dari
estimasi arus kas untuk setiap periodenya dengan 3 standar deviasi yang
persamaanya tampak sebagai berikut:
C.Et = At - 3
Dimana C.Et
= certainty
– equivalent untuk periode t
At = mean
cashflow estimate untuk periode t
= standar deviasi
Pengurangan
mean estimasi arus kas dengan 3 standar deviasi akan membuat kita mempunyai
99,7% kepastian bahwa kejadian yang akan
terjadi paling sedikit sama dengan certainty – equivalent. Dengan sendirinya
kita dapat menggunakan setiap multiple dari standar deviasi di mana kita merasa
mempunyai kepastian.
Dua
standar deviasi kedua arah dari mean ( + dan - ) mempunyai arti bahwa kita
mempunyai 95% kepastian bahwa salah satu
kejadian yang mungkin terjadi dalam daerah tersebut akan terjadi. Satu standar
deviasi kedua arah dari mean mempunyai arti bahwa kita dapat mempunyai 68,3% kepastian bahwa salah satu kejadian yang
mungkin terjadi dalam daerah tersebut akan terjadi.
Contoh
Mean
dari estimasi arus kas setiap periode selama 3 tahun sebesar Rp 6.000,00 dan
standar deviasi setiap periodenya sebesar Rp 1.000,00. Atas dasar data tersebut
dengan menggunakan rumus diatas maka besarnya certainty – equivalent cashflow
setiap periodenya dapat dihitung yaitu:
C.Et =
Rp 6.000,00 – 3(Rp 1.000,00)
=
Rp 3.000,00
Apabila proyek
tersebut memerlukan jumlah investasi sebesar Rp 10.000,00 dan tingkat diskonto
bebas risiko adalah 10% maka “certainty – equivalent NPV” dari proyek tersebut akan menjadi
NPV =
-10.000 + 3.000 + 3.000
+ 3.000
(1,10)1 (1,10)2 (1,10)3
=
- Rp 2.540,00
Oleh
karena certainty – equivalent NPV dari proyek tersebut adalah negatif, maka
kita akan menolak proyek tersebut.
2.
Metode
kedua untuk menghitung certainty –
equivalent cashflow ialah dengan cara mengurangi mean dari estimasi arus kas
dengan sejumlah kas sebesar koefisien variasi dari estimasi arus kas tersebut.
Dari contoh diatas diketahui bahwa mean dari
estimasi arus kas sebesar Rp 6.000,00 dan standar deviasinya sebesar Rp
1.000,00. Dengan data tersebut dapat ditentukan besarnya koefisien variasi
sebesar 1.000/6.000 = 0,167. Dengan demikian maka besarnya certainty –
equivalent cashflow menurut metode ini ialah:
C.Et = Rp 6.000,00 – 0,167(Rp 6.000,00) = Rp
4.998,00
Certainty – equivalent NPV dari proyek tersebut
adalah:
NPV = -10.000 + 4.998 + 4.998
+ 4.998
(1,10)1 (1,10)2 (1,10)3
= + Rp 2.429,00
Oleh karena certainty – equivalent NPV dari
proyek tersebut adalah positif, maka kita akan menerima proyek tersebut .
3.
Metode
ketiga untuk perhitungan certainty – equivalent cashflow ialah dengan cara
mengalihkan mean dari estimasi arus kas dengan suatu faktor atau koefisien
tertentu yang disebut “certainty – equivalent coefficient” (CEC).
CEC akan makin besar kalau certainty –
equivalent terhadap arus kas yang diestimasikan untuk periode yang bersangkutan
juga makin besar. CEC akan mendekati 1,0 kalau arus kas yang pasti dan arus kas
yang diestimasikan akan sama. Kalau kita menjadi kurang pasti bahwa arus kas
yang diestimasikan akan sama dengan arus kas yang pasti, maka CEC akan makin
kecil dan secara ekstrem akan mencapai nol.
CEC ini kemudian diterapkan pada pembilang
(numerator) pada formula NPV atau kas yang diestimasikan sehingga menjadi
certainty – equivalent cash – flow, dan menggunakan tingkat diskonto bebas risiko sebagai penyebutnya
(denominator).
Apabila diketahui bahwa “certainty –equivalent
coefficient” sebesar 0,70 untuk setiap periodenya selama tiga tahun, maka
besarnya certainty – equivalent NPV dari proyek tersebut akan menjadi:
NPV = -10.000 + 0,70 (6.000) + 0,70(6.000)
+ 0,70(6.000)
(1,10)1 (1,10)2 (1,10)3
= + Rp 445,00
Oleh karena certainty – equivalent NPV dari
proyek ini adalah positif, maka proyek tersebut diterima.
4.
Metode
keempat dari perhitungan certainty – equivalent ialah apa yang dinamakan “
time – adjusted method”. Pada prinsipnya metode ini sama dengan metode
ketiga di atas, tetapi dengan diadakan penyesuaian CEC untuk setiap periodenya.
Kalau kita merasa kurang pasti terhadap estimasi arus kas selama umur proyek,
kita dapat menentukan certainty – equivalent coefficient yang makin kecil dari
tahun ke tahun. Misalnya dari contoh di atas kita menentukan CEC setiap
tahunnya selama 3 tahun adalah:
Tahun pertama CEC1 = 0,70
Tahun kedua CEC2 = 0,60
Tahun ketiga CEC3 = 0,50
Maka certainty – equivalent NPV dari proyek
tersebut menjadi:
NPV = -10.000 + 0,70(6.000) + 0,60(6.000)
+ 0,50(6.000)
(1,10)1
(1,10)2 (1,10)3
= - Rp 953,00
Oleh karena certainty – equivalent NPV dari
proyek tersebut negatif, maka proyek investasi itu tidak kita terima.
c.
Pendekatan Tingkat Diskonto Yang Disesuaikan
Dengan Risiko ( Risk Adjusted Discount Rate Approach)
Dalam pendekatan risk adjusted discount rate
approach (RADR) ini, unsur risiko tidak dimasukkan ke dalam arus kas yang
diharapkan, tetapi secara langsung dimasukkan ke dalam tingkat diskonto yang
merupakan penyebut (denominator) pada formula NPV.
Dalam metode ini tingkat diskonto disesuaikan
untuk mengimbangi risiko. Apabila suatu proyek mengandung risiko yang besar,
diperlukan return yang besar pula untuk mengimbangi risiko yang besar tersebut.
Untuk itu maka kita akan menggunakan tingkat diskonto yang makin besar apabila
tingkat risiko yang terkandung dalam suatu proyek makin besar. Dengan makin
besarnya tingkat diskonto yang digunakan hal tersebut akan memperkecil present
value dari arus kas neto yang diharapkan yang selanjutnya akan memperkecil NPV
dari proyek tersebut sehingga menjadikan proyek tersebut kurang menarik.
Risk adjusted rate of return atau risk –
adjusted discount rate ini sebenarnya mengandung dua unsur utama, yaitu: unsur
pertama adalah tingkat diskonto bebas risiko (risk – free discount rate) dan
unsur kedua adalah premi risiko (risk – premium). Oleh Karena itu risk adjusted
discount rate dapat didefinisikan sebagai tingkat diskonto yang digunakan untuk
menilai arus kas neto tertentu yang mengandung risiko atau ketidakpastian, yang
terdiri dari tingkat diskonto bebas risiko ditambah dengan premi risiko yang
sepadan dengan tingkat risiko yang melekat pada arus kas neto tersebut. Tingkat
diskonto atau tingkat bunga bebas risiko biasanya ditetapkan sebesar tingkat
bunga dari obligasi Negara yang tidak mengandung risiko tidak terbayarnya bunga
setiap tahunnya dan pengambilan modal pokok. Sedangkan premi risiko (risk
premium) adalah perbedaan antara tingkat keuntungan yang disyaratkan (required
rate of return) dari aktiva yang mengandung risiko dengan tingkat diskonto
bebas risiko atau tingkat keuntungan dari aktiva yang tidak mengandung risiko
dengan umur ekonomis yang sama.
d.
Analisa
sensitivitas (sensitivity analysis)
Analisis sensitivitas atau sering pula disebut
analisa kepekaan sebenarnya bukanlah teknik untuk mengukur risiko, tetapi suatu
teknik untuk menilai dampak (impact) berbagai perubahan dalam masing – masing
variabel penting terhadap hasil yang mungkin terjadi (possible outcomes).
Analisa sensitivitas ini tidak lain adalah suatu analisa simulasi dalam mana
nilai variabel – variabel penyebab diubah – ubah untuk mengetahui bagaimana
dampaknya terhadap hasil yang diharapkan, dalam hubungan ini adalah aliran kas.
Dengan analisa sensitivitas ini diharapkan
manajer keuangan dapat menilai kembali estimasi arus kas suatu proyek yang
telah disusun oleh stafnya, untuk mengetahui sampai seberapa jauh tingkat
kepekaan arus kas dipengaruhi oleh berbagai perubahan dari masing – masing
variabel penyebab. Apabila suatu variabel tertentu berubah, sedangkan variabel
–variabel lainnya dianggap tetap dan tidak berubah, seberapa jauh arus kas akan
berubah karena perubahan variabel tertentu tersebut. Untuk masing – masing
variabel tersebut dicoba untuk diubah nilainya, sedangkan variabel – variabel
lainnya dianggap tetap tidak berubah, untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
perubahan variabel tersebut bagi perubahan arus kas. Setelah diadakan
perhitungan pengaruh dari perubahan masing – masing variabel tersebut terhadap
arus kas, akan dapat diketahui variabel – variabel mana yang pengaruhnya besar
terhadap arus kas dan variabel –
variabel mana yang pengaruhnya relatif kecil. Dengan demikian maka perhatian
perlu dipusatkan pada variabel – variabel yang pengaruhnya besar terhadap
perubahan arus kas.
Makin kecil arus kas yang ditimbulkan dari
suatu proyek karena adanya perubahan yang merugikan dari suatu variabel
tertentu, hal tersebut jelas akan memperkecil NPV dari proyek tersebut yang
berarti bahwa proyek tersebut makin tidak disukai. Perubahan suatu variabel
kadang – kadang mempunyai pengaruh terhadap variabel yang lain. Misalnya
penurunan harga jual per unit akan dapat meningkatkan jumlah unit yang terjual,
atau sebaliknya, meningkatkan harga jual per unit akan dapat menurunkan unit
barang yang terjual. Dalam hal yang demikian kita perlu menilai bagaimana
pengaruh neto nya terhadap arus kas yang selanjutnya terhadap NPV dari proyek
tersebut. Apakah kenaikan harga jual yang disertai dengan penurunan jumlah unit
yang terjual akan memperbesar atau memperkecil arus kas dibandingkan dengan
kalau tidak ada perubahan? Kalau pengaruh neto nya akan memperkecil arus kas
yang selanjutnya akan memperkecil NPV nya, maka kebijaksanaan untuk
meningkatkan harga jual tersebut tidak dapat dibenarkan. Sebaiknya kalau kebijaksanaan
tersebut akan dapat meningkatkan arus kas yang selanjutnya akan meningkatkan
NPV nya, kebijaksanaan tersebut dapat dibenarkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar