Blogger Widgets

Kamis, 12 Maret 2015

masalah dasar dan tujuan ekonomi syariah



MAKALAH
MASALAH DASAR DAN TUJUAN EKONOMI SYARIAH


PENDAHULUAN
A.    Latar belakang masalah
Masalah ekonomi muncul karena adanya perbedaan antara sumber daya ekonomi yang tersedia dengan kebutuhan manusia. Dalam pandangan ekonomi konvensional, masalah ekonomi muncul karena ketersediaan sumber daya ini bersifat terbatas, sementara kebutuhan manusia tak terbatas. Dengan demikian masalah ekonomi muncul karena adanya kelangkaan. Namun, pandangan ini menimbulkan beberapa pertanyaan mendasar tentang permasalahan dasar ekonomi dari sudut pandang ekonomi islam.
Islam sebagai agama sekaligus pandangan hidup berpendapat bahwa segala sesuatu yang berkenaan dengan kehidupan manusia pada dasarnya telah di desain sedemikian rupa oleh Allah SWT, sehingga segala permasalahan yang muncul pada hakekatnya telah dipersiapkan jawabannya. Setiap manusia bertujuan mencapai kesejahteraan dalam hidupnya, namun manusia memiliki pengertian yang berbeda- beda tentang kesejahteraan. Dalam tujuan ekonomi islam adalah sebagaimana tujuan dari syariat islam itu sendiri, yaitu merealisasikan tujuan manusia untuk mencapai kebahagian dunia dan akhirat.



B.     Rumusan masalah
1.      Apa masalah dasar dari ekonomi islam?
2.      Apa tujuan dari ekonomi islam?
3.      Bagaimana prinsip – prinsip umum dalam ekonomi islam?


PEMBAHASAN

A.    Masalah Dasar Ekonomi Islam
Semenjak manusia ada, ia membutuhkan barang dan jasa untuk berbagai keperluan dalam hidupnya. Manusia memerlukan pakaian, tempat tinggal, makanan, pendidikan, asuransi, dan  lain – lain. Jenis, ragam, kuantitas dan kualitas kebutuhan bervariasi sesuai dengan situasi dan kondisi serta tingkat perkembangan perabadan manusia. Pada awalnya, pemenuhan kebutuhan barang dan jasa ini merupakan masalah yang masih sederhana, sebab seseorang dapat memenuhi sendiri segala kebutuhannya tersebut. Keadaan masyarakat yang demikian sering disebut sebagai perekonomian subsisten. Sejalan dengan perkembangan kompleksitas kebutuhan, seseorang semakin tidak dapat memenuhi segala kebutuhannya sendiri. Keadaan ini memaksa untuk melakukan pertukaran dengan pihak lain yang dapat memberikan barang dan jasa yang dibutuhkannya.
Seluruh permasalahan manusia dalam memenuhi barang dan jasa sesungguhnya berawal dari satu hal, yaitu adanya perbedaan atau kesenjangan antara ketersediaan berbagai sumber daya dan ragam kebutuhan manusia. Jadi, antara jumlah sumber daya yang tersedia dengan jumlah kebutuhan tidak sama. Seandainya kesenjangan seperti ini tidak ada maka manusia tidak akan mengalami permasalahan dalam memenuhi kebutuhannya. Mereka dapat mengambil sumber daya seberapapun mereka inginkan.
Dalam pandangan ekonomi konvensional hal ini muncul karena ketersediaan sumber daya adalah terbatas (limited resources), sementara kebutuhan atau keinginan manusia bersifat tak terbatas (unlimited wants). Dalam berbagai analisis selanjutnya, keinginan manusia yang bersifat tak terbatas ini dianggap sebagai sesuatu yang alami (diangap “given”) sehingga tidak perlu dipermasalahkan. Akhirnya dengan pandangan keinginan manusia dianggap “given” ini masalah dasar ekonomi adalah kelangkaan sumber daya saja. Karena adanya kelangkaan ini maka sumber daya harus diolah dan dipergunakan dengan seefisien mungkin. Pandangan seperti ini mendapat evaluasi yang kritis dari para pemikir ekonomi islam.[1]
Pemikiran ekonomi muslim mengenai permasalahan ekonomi, sebagaimana dikemukakan oleh karim dapat diklasifikasikan menjadi 3 mazhab, yaitu :
1.      Mazhab Baqir as-Sadr
Tokoh-tokoh dari mazhab ini  adalah Baqir as-Sadr, Abbas Mirakhor, Baqir al-Hasani, Kadim as-Sadr, Iraj Toutounchian, dan Hedayati. Mazhab ini berpendapat bahwa ilmu ekonomi tidak pernah berjalan dengan islam. Ekonomi tetap ekonomi, dan islam tetap islam. Keduanya tidak akan dapat disatukan, karena keduanya berasal dari filosofi yang saling kontradiktif.
Menurut ilmu ekonomi, masalah ekonomi muncul karena adanya keinginan manusia yang tidak terbatas, sementara sumber daya yang tersedia untuk memuaskan keinginan manusia tersebut jumlahnya terbatas. Mazhab Baqir menolak pernyataan ini, karena menurut mereka, islam tidak mengenal adanya sumber daya yang terbatas.
Mazhab Baqir berpendapat bahwa masalah ekonomi muncul karena adanya distribusi yang tidak merata dan adil sebagai akibat sistem ekonomi yang membolehkan eksploitasi pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah. Yang kuat memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi amat kaya, sementara yang lemah tidak memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat miskin. Karena itu masalah ekonomi muncul bukan karena sumber daya yang terbatas, tetapi karena keserakahan manusia yang tidak terbatas.
Menurut mazhab Baqir istilah ekonomi islami adalah istilah yang bukan hanya tidak sesuai dan salah, tetapi juga menyesatkan dan kontradiktif, karena itu penggunaan istilah ekonomi islami harus dihentikan. Sebagai gantinya, ditawarkan istilah baru yang berasal dari filosofi islam, yaitu iqtishad. Iqtishad berasal dari kata bahasa arab qasd yang secara harfiah bearti “equilibrium” atau “keadaan sama,seimbang, atau pertengahan”.
2.      Mazhab Mainstream
Tokoh-tokoh mazhab ini diantaranya M. Umer Chapra, M.A, Mannan, dan M. Nejatullah Siddiqi. Mazhab Mainstrem berbeda pendapat dengan mazhab Baqir. Mazhab ini justru setuju bahwa masalah ekonomi muncul karena sumber daya yang terbatas yang dihadapkan pada keinginan manusia yang tidak terbatas. Pandangan mazhab mainstrem tentang masalah ekonomi ini, hampir tidak ada bedanya dengan pandangan ekonomi konvensional bahwa kelangkaan sumber dayalah yang menjadi penyebab munculnya masalah ekonomi.
Perbedaan mazhab ini dengan ekonomi konvensional adalah terletak pada cara menyelesaikan masalah tersebut. Dilema sumber daya yang terbatas dan keinginan yang tak terbatas memaksa manusia untuk melakukan pilihan-pilihan atas keinginanya. Kemudian manusia membuat skala prioritas pemenuhan keinginan, dari yang paling penting sampai yang paling tidak penting. Dalam ekonomi konvensional, pilihan dan penentuan skala prioritas dilakukan berdasarkan selera pribadi masing-masing. Manusia boleh mempertimbangkan tuntutan agama, boleh juga mengabaikannya. Sedangkan dalam ekonomi islam, keputusan pilihan ini tidak dapat dilakukan semaunya saja. Perilaku manusia dalam setiap aspek kehidupannya termasuk ekonomi selalu dipandu oleh Allah melalui al-Qur’an dan as-Sunnah.
3.      Mazhab Alternatif Kritis
Pelopor mazhab ini adalah Timur Kuran, Jomo dan Muhammad Arif. Mazhab ini mengkritik kedua mazhab sebelumnya. Mazhab Baqir dikritik sebagai mazhab yang berusaha untuk menemukan sesuatu yang baru yang sebenarnya sudah ditemukan oleh orang lain. Sementara mazhab mainstream dikritik sebagai jiplakan dari ekonomi neoklasik dengan menghilangkan variabel riba. Mazhab ini adalah sebuah mazhab yang kritis, mereka berpendapat bahwa analisis kritis bukan saja harus dilakukan  terhadap sosialisme dan kapitalisme, tetapi juga terhadap ekonomi islam. Mereka yakin bahwa islam pasti benar, tetapi ekonomi islam belum tentu benar karena ekonomi islam adalah hasil tafsiran manusia atas al-Qur’an dan as-Sunnah sehingga nilai kebenarannya tidak mutlak.
Pemikiran lain yang senada dengan mazhab mainstream mengenai permasalahan ekonomi, bahwa kelangkaan yang terjadi dewasa ini, bukanlah terjadi dengan sendirinya, melainkan kelangkaan relatif yaitu kelangkaan sumber daya yang terjadi dalam jangka pendek atau dalam area tertentu saja. Kelangkaan relatif ini terjadi disebabkan oleh tiga hal, yaitu : ketidakmerataan distribusi sumber daya, keterbatasan manusia, dan konflik antar tujuan hidup.[2]
Ilmu ekonomi islam mencakup tiga aspek dasar, yaitu :
a.       Konsumsi adalah komoditas apa yang dibutuhkan untuk mewujutkan maslahah.
b.      Produksi adalah bagaimana komoditas yang dibutuhkan itu dihasilkan agar maslahah tercapai.
c.       Distribusi adalah bagaimana sumber daya dan komoditas didistribusikan dimasyarakat agar setiap individu dapat mencapai maslahah.
Ketiga aspek dasar tersebut merupakan suatu kesatuan integral untuk mewujudkan maslahah kehidupan.



Gambaran mengenai permasalahan dasar ekonomi islam sebagai berikut:[3]

Akar Permasalahan Ekonomi













Keterbatasan manusia
 








 










B.     Tujuan Ekonomi Islam
Setiap manusia bertujuan mencapai kesejahteraan dalam hidupnya, namun manusia memiliki pengertian yang berbeda- beda tentang kesejahteraan. Dalam tujuan ekonomi islam adalah sebagaimana tujuan dari syariat islam itu sendiri, yaitu merealisasikan tujuan manusia untuk mencapai kebahagian dunia dan akhirat. Inilah definisi dari pandangan kesejahteraan dalam pandangan islam. Secara singkat kesejahteraan yang diinginkan oleh ajaran islam adalah:
1.      Kesejahteraan holistik dan seimbang, yaitu mencakup material maupun spiritual serta mencakup individu maupun sosial. Sosok manusia terdiri atas unsure fisik dan jiwa, karenanya kebahagiaan haruslah seimbang di antara keduanya. Demikian pula manusia individual, tetapi tentu saja ia tidak dapat terlepas dari lingkungan sosial. Manusia akan merasa bahagia jika terdapat keseimbangan di antara dirinya sendiri dengan lingkungan sosialnya. 
2.      Kesejahteraan didunia maupun diakhirat, sebab manusia tidak hanya hidup dialam dunia tetapi juga dialam akhirat.jika kondisi ideal ini tidak dapat dicapai maka kesejahteraan di akhirat tentu lebih diutamakan, sebab ia merupakan suatu kehidupan yang dalam segala hal lebih bernilai.
 Keadaan hidup yang sejahtera secara material dan spiritual pada kehidupan di dunia maupun akhirat dalam bingkai ajaran islam adalah falah. Falah berasal dari bahasa arab dari kata aflahayuflihu artinya tambah subur, kemakmuran, keselamatan, kesejahteraan, dan kesuksesan. Dengan demikian, falah mencakup konsep yang bersifat dunia dan akhirat. Untuk kehidupan dunia falah mencakup tiga pengertian, yaitu kelangsungan hidup, kebebasan dari kemiskinan serta kekuatan  dan kehormatan. Sedangkan untuk kehidupan akhirat, falah mencakup pengertian kelangsungan hidup yang abadi, kesejahteraan abadi, kemuliaan abadi, dan pengetahuan yang bebas dari segala kebodohan.
Falah merupakan konsep yang multidimensi, yang memiliki implikasi pada aspek perilaku individual atau mikro maupun perilaku kolektif atau makro. Berikut ini disajikan ringkasan makna falah dalam aspek mikro dan makro.



Aspek Mikro dan Makro dalam Falah[4]
Unsur Falah
Aspek Mikro
Aspek Makro
Kelangsungan Hidup
·      Hidup biologis : kesehatan, kebebasan keturunan, dan sebaginya
·      Kesimbangan ekologi dan lingkungan
·      Hidup Ekonomi : kepemilikan faktor produksi
·      Pengelolaan sumber daya alam
·      Penyediaan kesempatan berusaha untuk semua penduduk
·      Hidup sosial : persaudaraan dan harmoni hubungan sosial
·      Kebersamaan sosial, ketiadaan konflik antar kelompok
·      Hidup politik : kebebasan dalam partisipasi politik
·      Jati diri dan kemandirian
Kebebasan  Berkeinginan
·      Terbebas kemiskinan

·      Penyediaan sumber daya untuk seluruh penduduk
·      Kemandirian hidup
·      Penyedian sumber daya untuk generasi yang akan datang
Kekuatan dan harga diri
·      Harga diri
·      Kekuatan ekonomi dan kebebasan dari hutang
·      Kemerdekaan, perlindungan terhadap hidup dan kehormatan
·      Kekuatan militer

C.    Prinsip Umum dari Ekonomi Syari’ah
Isosceles Triangle: AkhlakPemikiran para pakar tentang ekonomi islam terbagi-bagi kedalam tiga mazhab tersebut, namun pada dasarnya mereka setuju dengan prinsip-prinsip umum yang mendasarinya. Prinsip-prinsip ini membentuk keseluruhan kerangka ekonomi islam, yang diibaratkan sebagai sebuah bangunan sebagai berikut :
Perilaku islami dalam bisnis
                                                                                                dan ekonomi











Multiple Ownership
 

Freedom To Act
 

Social Justice
 

 


Teori  Ekonomi Islam
 
                                 
Tauhid
‘Adl
Nubuwwah
Khilafah
Ma’ad

Rancangan Ekonomi Islam
Diantaranya prinsip dari sistem ekonomi syari’ah adalah sebagai berikut :
a.       Multitype Ownership ( kepemilikan multijenis)
Nilai tauhid dan nilai adil melahirkan konsep multitype ownership.Prinsip umum kepemilikan yang berlaku adalah kepemilikan swasta dalam sistem sosialis, kepemilikan negara. Sedangkan dalam islam berlaku prinsip kepemilikan multijenis, yaitu mengakui bermacam-macam bentuk kepemilikan, baik oleh swata, negara atau campuran.
b.      Freedom to Act ( kebebasan bertindak atau berusaha)
Ketika menjelaskan nilai nubuwwah, kita sudah sampai pada kesimpulan bahwa penerapan nilai ini akan melahirkan pribadi – pribadi yang professional dan prestatif dalam segala bidang, termasuk bidang ekonomi dan bisnis. Sifat – sifat nabi yang dijadikan model tersebut terangkum ke dalam empat sifat utama, yaitu: Shiddiq, Amanah, Tabligh Dan Fathanah.
Keempat nilai nubuwwah  bila digabungkan dengan nilai keadilan dan nilai khilafah akan melahirkan prinsip freedom to act pada setiap muslim, khususnya pelaku bisnis dan ekonomi. Freedom to act bagi setiap individu akan menciptakan mekanisme pasar dalam perekonomian. Karena itu, mekanisme pasar adalah keharusan dalam islam.





c.       Social Justice ( keadilan sosial)
Gabungan nilai khilafah dan nilai ma’ad melahirkan prinsip keadilan sosial. Dalam islam, pemerintah bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya dan menciptakan keseimbangan sosial antara yang kaya dan yang miskin.[5]
Bangunan ekonomi islam didasarkan atas lima nilai, yaitu:
1.      Tauhid (keimanan)
Dengan tauhid manusia menyaksikan bahwa “tiada sesuatupun yang layak disembah selain Allah”, dan tidak ada pemilik langit, bumi dan isinya, selain dari Allah”. Karena Allah adalah pencipta alam semesta dan isinya dan sekaligus pemiliknya. Termasuk pemilik manusia dan seluruh sumber daya yang ada. Karena itu, Allah adalah pemilik hakiki. Manusia hanya diberi amanah untuk “ memiliki untuk sementara waktu, sebagai ujian bagi mereka.
Dalam islam, segala sesuatu yang ada tidak diciptakan dengam sia – sia, tetapi memiliki tujuan. Tujuan diciptakannya manusia adalah untuk beribadah kepada – Nya. Karena itu segala aktifitas manusia dalam hubungannya dengan alam (sumber daya) dan manusia dibingkai dengan kerangka hubungan dengan Allah. Karena kepada –Nya manusia akan memper- tanggungjawabkan segala perbuatannya, termasuk aktifitas ekonomi dan bisnis.
2.      Adl ( keadilan)
Allah tidak membeda – bedakan perlakuan terhadap makhluk – Nya secara zalim. Manusia sebagai khalifah di muka bumi harus memelihara hukum Allah di bumi, dan menjamin bahwa pemakaian segala sumber daya diarahkan untuk kesejahteraan manusia, supaya semua mendapat manfaat dari padanya secara adil dan baik.
Islam mendefinisikan adil sebagai “tidak menzalimi dan tidak dizalimi”. Implikasi ekonomi dari nilai ini adalah bahwa pelaku ekonomi tidak dibolehkan untuk mengejar keuntungan pribadi bila hal itu merugikan orang lain atau merusak alam. Tanpa keadilan, manusia akan terkotak – kotak dalam berbagai golongan. Masing – masing berusaha mendapatkan hasil yang lebih besar dari pada usaha yang dikeluarkannya karena kerakusannya.
3.      Nubuwwah (kenabian)
Karena Rahman, Rahim dan Kebijaksanaan Allah, manusia tidak dibiarkan begitu saja di dunia tanpa mendapat bimbingan. Karena itu diutuslah para nabi dan rasul untuk menyampaikan petunjuk dari Allah kepada manusia tentang bagaimana hidup yang baik dan benar di dunia dan mengajarkan jalan untuk kembali ke asal muasal segalanya yaitu Allah. Fungsi Rasul adalah untuk menjadi model terbaik yang harus diteladani manusia agar mendapat keselamatan di dunia dan akhirat. Untuk umat muslim, Allah telah mengirimkan “manusia model” yang terakhir dan sempurna untuk diteladani sampai akhir zaman yaitu Nabi Muhammad SAW. Sifat – sifat utama yang harus diteladani oleh manusia pada umumnya dan pelaku ekonomi yaitu:
a.       Shiddiq ( benar, jujur)
b.      Amanah ( tanggung jawab, dapat dipercaya)
c.       Tabligh (komunikasi, keterbukaan)
d.      Fathanah ( kecerdikan, kebijaksanaan)
4.      Khilafah (pemerintahan)
Dalam islam, pemerintah memainkan peranan yang kecil tetapi sangat penting dalam perekonomian. Peran utamanya adalah untuk menjamin perekonomian agar berjalan sesuai dengan syari’ah dan untuk memastikan tidak terjadi pelanggaran terhadap hak – hak manusia. Semua ini menurut Al- Ghazali adalah untuk memajukan kesejahteraan manusia. Hal ini dicapai dengan melindungi keimanan, jiwa, akal, kehormatan dan kekayaan manusia.
5.      Ma’ad (hasil = return)
Allah menandaskan bahwa manusia diciptakan di dunia untuk berjuang. Perjuangan ini akan mendapatkan ganjaran, baik di dunia maupun di akhirat. Perbuatan baik dibalas dengan kebaikan yang berlipat – lipat, perbuatan jahat dibalas dengan hukuman yang setimpal. Karena itu, ma’ad diartikan sebagai imbalan / ganjaran. Implikasi nilai ini dalam kehidupan ekonomi, oleh Al – Ghazali yang menyatakan bahwa motivasi para pelaku bisnis adalah untuk mendapatkan laba. Laba di dunia dan laba di akhirat. [6]








BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dalam pandangan ekonomi konvensional, masalah ekonomi muncul karena ketersediaan sumber daya terbatas sementara kebutuhan atau keinginan manusia bersifat tak terbatas. Sedangkan dalam pemikiran orang muslim tentang dasar ekonomi itu menganut tiga mazhab diantaranya Baqir as-Sadr, Mazhab Mainstream, Mazhab Alternatif kritis. Tujuan ekonomi islam adalah untuk mencapai kesejahteran tapi dalam ekonomi syari’ah itu arti dalam kesejahteraan itu kebahagian dunia dan akhirat. Sedangkan kesejahteraan dalam ekonomi konveksional adalah kesejahteraan dalam perspektif materialisme dan hedonisme. Prinsip sistem ekonomi syariah adalah Multitype Ownership ( kepemilikan multijenis), Freedom to Act ( kebebasan bertindak atau berusaha), Social Justice ( keadilan sosial). Bangunan ekonomi islam didasarkan atas lima nilai, yaitu: Tauhid (keimanan) , adl ( keadilan), nubuwwah ( kenabian), khilafah ( pemerintahan), ma’ad ( hasil).







DAFTAR PUSTAKA
Anton, M.B. Hendrie. Pengantar Ekonomika Mikro Islam. Yogyakarta : EKONISIA. 2003
Karim, Adiwarman.Ekonomi Mikro Islam.Jakarta : IIT Indonesia. 2002
Rahmawaty, Anita. Ekonomi Mikro Islam. Kudus : Nora Media Enterprise. 2011



















[1] M.B. Hendrie Anto ,Pengantar Ekonomika Mikro,  Yogyakarta : EKONISIA, 2003, hal 2- 3
[2]Adiwarman Karim , Ekonomi Mikro Islam, Jakarta : IIT Indonesia,2002, hal 13-16  
[3]Rahmawati,Anita , Ekonomi Mikro Islam, Kudus : Nora Media Enterprise,2011, hal 8
[4] M.B. Hendrie Anto ,Pengantar Ekonomika Mikro,  Yogyakarta : EKONISIA, 2003, hal 6-8
[5] Adiwarman Karim , Ekonomi Mikro Islam, Jakarta : IIT Indonesia,2002, hal 22-23
[6] Ibid, hal 18-22

1 komentar: