MAKALAH
MASALAH DASAR DAN TUJUAN EKONOMI SYARIAH
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang masalah
Masalah ekonomi muncul karena adanya perbedaan
antara sumber daya ekonomi yang tersedia dengan kebutuhan manusia. Dalam
pandangan ekonomi konvensional, masalah ekonomi muncul karena ketersediaan
sumber daya ini bersifat terbatas, sementara kebutuhan manusia tak terbatas.
Dengan demikian masalah ekonomi muncul karena adanya kelangkaan. Namun,
pandangan ini menimbulkan beberapa pertanyaan mendasar tentang permasalahan
dasar ekonomi dari sudut pandang ekonomi islam.
Islam sebagai agama sekaligus
pandangan hidup berpendapat bahwa segala sesuatu yang berkenaan dengan
kehidupan manusia pada dasarnya telah di desain sedemikian rupa oleh Allah SWT,
sehingga segala permasalahan yang muncul pada hakekatnya telah dipersiapkan
jawabannya. Setiap manusia bertujuan mencapai kesejahteraan
dalam hidupnya, namun manusia memiliki pengertian yang berbeda- beda tentang
kesejahteraan. Dalam tujuan ekonomi islam adalah sebagaimana tujuan dari
syariat islam itu sendiri, yaitu merealisasikan tujuan manusia untuk mencapai
kebahagian dunia dan akhirat.
B.
Rumusan
masalah
1.
Apa
masalah dasar dari ekonomi islam?
2.
Apa
tujuan dari ekonomi islam?
3.
Bagaimana
prinsip – prinsip umum dalam ekonomi islam?
PEMBAHASAN
A.
Masalah Dasar Ekonomi Islam
Semenjak manusia ada, ia membutuhkan
barang dan jasa untuk berbagai keperluan dalam hidupnya. Manusia memerlukan
pakaian, tempat tinggal, makanan, pendidikan, asuransi, dan lain – lain. Jenis, ragam, kuantitas dan kualitas
kebutuhan bervariasi sesuai dengan situasi dan kondisi serta tingkat
perkembangan perabadan manusia. Pada awalnya, pemenuhan kebutuhan barang dan
jasa ini merupakan masalah yang masih sederhana, sebab seseorang dapat memenuhi
sendiri segala kebutuhannya tersebut. Keadaan masyarakat yang demikian sering
disebut sebagai perekonomian subsisten. Sejalan dengan perkembangan
kompleksitas kebutuhan, seseorang semakin tidak dapat memenuhi segala
kebutuhannya sendiri. Keadaan ini memaksa untuk melakukan pertukaran dengan
pihak lain yang dapat memberikan barang dan jasa yang dibutuhkannya.
Seluruh permasalahan manusia dalam
memenuhi barang dan jasa sesungguhnya berawal dari satu hal, yaitu adanya
perbedaan atau kesenjangan antara ketersediaan berbagai sumber daya dan ragam
kebutuhan manusia. Jadi, antara jumlah sumber daya yang tersedia dengan jumlah
kebutuhan tidak sama. Seandainya kesenjangan seperti ini tidak ada maka manusia
tidak akan mengalami permasalahan dalam memenuhi kebutuhannya. Mereka dapat
mengambil sumber daya seberapapun mereka inginkan.
Dalam pandangan ekonomi konvensional
hal ini muncul karena ketersediaan sumber daya adalah terbatas (limited
resources), sementara kebutuhan atau keinginan manusia bersifat tak terbatas
(unlimited wants). Dalam berbagai analisis selanjutnya, keinginan manusia yang
bersifat tak terbatas ini dianggap sebagai sesuatu yang alami (diangap “given”)
sehingga tidak perlu dipermasalahkan. Akhirnya dengan pandangan keinginan
manusia dianggap “given” ini masalah dasar ekonomi adalah kelangkaan sumber
daya saja. Karena adanya kelangkaan ini maka sumber daya harus diolah dan
dipergunakan dengan seefisien mungkin. Pandangan seperti ini mendapat evaluasi
yang kritis dari para pemikir ekonomi islam.[1]
Pemikiran ekonomi muslim mengenai permasalahan
ekonomi, sebagaimana dikemukakan oleh karim dapat diklasifikasikan menjadi 3
mazhab, yaitu :
1. Mazhab
Baqir as-Sadr
Tokoh-tokoh
dari mazhab ini adalah Baqir as-Sadr,
Abbas Mirakhor, Baqir al-Hasani, Kadim as-Sadr, Iraj Toutounchian, dan
Hedayati. Mazhab ini berpendapat bahwa ilmu ekonomi tidak pernah berjalan
dengan islam. Ekonomi tetap ekonomi, dan islam tetap islam. Keduanya tidak akan
dapat disatukan, karena keduanya berasal dari filosofi yang saling
kontradiktif.
Menurut
ilmu ekonomi, masalah ekonomi muncul karena adanya keinginan manusia yang tidak
terbatas, sementara sumber daya yang tersedia untuk memuaskan keinginan manusia
tersebut jumlahnya terbatas. Mazhab Baqir menolak pernyataan ini, karena
menurut mereka, islam tidak mengenal adanya sumber daya yang terbatas.
Mazhab
Baqir berpendapat bahwa masalah ekonomi muncul karena adanya distribusi yang
tidak merata dan adil sebagai akibat sistem ekonomi yang membolehkan
eksploitasi pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah. Yang kuat memiliki akses
terhadap sumber daya sehingga menjadi amat kaya, sementara yang lemah tidak
memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat miskin. Karena itu
masalah ekonomi muncul bukan karena sumber daya yang terbatas, tetapi karena keserakahan
manusia yang tidak terbatas.
Menurut
mazhab Baqir istilah ekonomi islami adalah istilah yang bukan hanya tidak
sesuai dan salah, tetapi juga menyesatkan dan kontradiktif, karena itu
penggunaan istilah ekonomi islami harus dihentikan. Sebagai gantinya,
ditawarkan istilah baru yang berasal dari filosofi islam, yaitu iqtishad.
Iqtishad berasal dari kata bahasa arab qasd yang secara harfiah
bearti “equilibrium” atau “keadaan sama,seimbang, atau pertengahan”.
2. Mazhab
Mainstream
Tokoh-tokoh
mazhab ini diantaranya M. Umer Chapra, M.A, Mannan, dan M. Nejatullah Siddiqi.
Mazhab Mainstrem berbeda pendapat dengan mazhab Baqir. Mazhab ini justru setuju
bahwa masalah ekonomi muncul karena sumber daya yang terbatas yang dihadapkan
pada keinginan manusia yang tidak terbatas. Pandangan mazhab mainstrem tentang
masalah ekonomi ini, hampir tidak ada bedanya dengan pandangan ekonomi konvensional
bahwa kelangkaan sumber dayalah yang menjadi penyebab munculnya masalah
ekonomi.
Perbedaan
mazhab ini dengan ekonomi konvensional adalah terletak pada cara menyelesaikan
masalah tersebut. Dilema sumber daya yang terbatas dan keinginan yang tak
terbatas memaksa manusia untuk melakukan pilihan-pilihan atas keinginanya.
Kemudian manusia membuat skala prioritas pemenuhan keinginan, dari yang paling
penting sampai yang paling tidak penting. Dalam ekonomi konvensional, pilihan
dan penentuan skala prioritas dilakukan berdasarkan selera pribadi
masing-masing. Manusia boleh mempertimbangkan tuntutan agama, boleh juga
mengabaikannya. Sedangkan dalam ekonomi islam, keputusan pilihan ini tidak
dapat dilakukan semaunya saja. Perilaku manusia dalam setiap aspek kehidupannya
termasuk ekonomi selalu dipandu oleh Allah melalui al-Qur’an dan as-Sunnah.
3. Mazhab
Alternatif Kritis
Pelopor
mazhab ini adalah Timur Kuran, Jomo dan Muhammad Arif. Mazhab ini mengkritik
kedua mazhab sebelumnya. Mazhab Baqir dikritik sebagai mazhab yang berusaha
untuk menemukan sesuatu yang baru yang sebenarnya sudah ditemukan oleh orang
lain. Sementara mazhab mainstream dikritik sebagai jiplakan dari ekonomi
neoklasik dengan menghilangkan variabel riba. Mazhab ini adalah sebuah mazhab
yang kritis, mereka berpendapat bahwa analisis kritis bukan saja harus
dilakukan terhadap sosialisme dan kapitalisme,
tetapi juga terhadap ekonomi islam. Mereka yakin bahwa islam pasti benar,
tetapi ekonomi islam belum tentu benar karena ekonomi islam adalah hasil
tafsiran manusia atas al-Qur’an dan as-Sunnah sehingga nilai kebenarannya tidak
mutlak.
Pemikiran
lain yang senada dengan mazhab mainstream mengenai permasalahan ekonomi, bahwa
kelangkaan yang terjadi dewasa ini, bukanlah terjadi dengan sendirinya,
melainkan kelangkaan relatif yaitu kelangkaan sumber daya yang terjadi dalam
jangka pendek atau dalam area tertentu saja. Kelangkaan relatif ini terjadi
disebabkan oleh tiga hal, yaitu : ketidakmerataan distribusi sumber daya,
keterbatasan manusia, dan konflik antar tujuan hidup.[2]
Ilmu ekonomi islam mencakup tiga aspek dasar, yaitu
:
a. Konsumsi
adalah komoditas apa yang dibutuhkan untuk mewujutkan maslahah.
b. Produksi
adalah bagaimana komoditas yang dibutuhkan itu dihasilkan agar maslahah
tercapai.
c. Distribusi
adalah bagaimana sumber daya dan komoditas didistribusikan dimasyarakat agar
setiap individu dapat mencapai maslahah.
Ketiga aspek dasar tersebut merupakan suatu kesatuan
integral untuk mewujudkan maslahah kehidupan.
Gambaran mengenai permasalahan dasar ekonomi islam
sebagai berikut:[3]
|
||||||||
B.
Tujuan Ekonomi Islam
Setiap manusia bertujuan mencapai kesejahteraan
dalam hidupnya, namun manusia memiliki pengertian yang berbeda- beda tentang
kesejahteraan. Dalam tujuan ekonomi islam adalah sebagaimana tujuan dari
syariat islam itu sendiri, yaitu merealisasikan tujuan manusia untuk mencapai
kebahagian dunia dan akhirat. Inilah definisi dari pandangan kesejahteraan
dalam pandangan islam. Secara singkat kesejahteraan yang diinginkan oleh ajaran
islam adalah:
1. Kesejahteraan
holistik dan seimbang, yaitu mencakup material maupun spiritual serta mencakup
individu maupun sosial. Sosok manusia terdiri atas unsure fisik dan jiwa,
karenanya kebahagiaan haruslah seimbang di antara keduanya. Demikian pula
manusia individual, tetapi tentu saja ia tidak dapat terlepas dari lingkungan
sosial. Manusia akan merasa bahagia jika terdapat keseimbangan di antara
dirinya sendiri dengan lingkungan sosialnya.
2. Kesejahteraan
didunia maupun diakhirat, sebab manusia tidak hanya hidup dialam dunia tetapi
juga dialam akhirat.jika kondisi ideal ini tidak dapat dicapai maka
kesejahteraan di akhirat tentu lebih diutamakan, sebab ia merupakan suatu
kehidupan yang dalam segala hal lebih bernilai.
Keadaan hidup yang sejahtera secara material
dan spiritual pada kehidupan di dunia maupun akhirat dalam bingkai ajaran islam
adalah falah. Falah berasal dari bahasa arab dari kata aflahayuflihu artinya tambah subur, kemakmuran, keselamatan,
kesejahteraan, dan kesuksesan. Dengan demikian, falah mencakup konsep yang bersifat dunia dan akhirat. Untuk
kehidupan dunia falah mencakup tiga
pengertian, yaitu kelangsungan hidup, kebebasan dari kemiskinan serta
kekuatan dan kehormatan. Sedangkan untuk
kehidupan akhirat, falah mencakup
pengertian kelangsungan hidup yang abadi, kesejahteraan abadi, kemuliaan abadi,
dan pengetahuan yang bebas dari segala kebodohan.
Falah
merupakan konsep yang multidimensi, yang memiliki implikasi pada aspek perilaku
individual atau mikro maupun perilaku kolektif atau makro. Berikut ini
disajikan ringkasan makna falah dalam
aspek mikro dan makro.
Aspek Mikro dan Makro dalam Falah[4]
Unsur Falah
|
Aspek Mikro
|
Aspek Makro
|
Kelangsungan
Hidup
|
·
Hidup biologis : kesehatan, kebebasan keturunan, dan
sebaginya
|
·
Kesimbangan ekologi dan lingkungan
|
·
Hidup Ekonomi : kepemilikan faktor produksi
|
·
Pengelolaan sumber daya alam
·
Penyediaan kesempatan berusaha untuk semua penduduk
|
|
·
Hidup sosial : persaudaraan dan harmoni hubungan sosial
|
·
Kebersamaan sosial, ketiadaan konflik antar kelompok
|
|
·
Hidup politik : kebebasan dalam partisipasi politik
|
·
Jati diri dan kemandirian
|
|
Kebebasan Berkeinginan
|
·
Terbebas kemiskinan
|
·
Penyediaan sumber daya untuk seluruh penduduk
|
·
Kemandirian hidup
|
·
Penyedian sumber daya untuk generasi yang akan datang
|
|
Kekuatan dan
harga diri
|
·
Harga diri
|
·
Kekuatan ekonomi dan kebebasan dari hutang
|
·
Kemerdekaan, perlindungan terhadap hidup dan kehormatan
|
·
Kekuatan militer
|
C. Prinsip Umum dari Ekonomi Syari’ah
Pemikiran
para pakar tentang ekonomi islam terbagi-bagi kedalam tiga mazhab tersebut,
namun pada dasarnya mereka setuju dengan prinsip-prinsip umum yang
mendasarinya. Prinsip-prinsip ini membentuk keseluruhan kerangka ekonomi islam,
yang diibaratkan sebagai sebuah bangunan sebagai berikut :
Perilaku islami dalam
bisnis
dan
ekonomi
|
|
|
||||||
|
Tauhid
|
‘Adl
|
Nubuwwah
|
Khilafah
|
Ma’ad
|
Rancangan
Ekonomi Islam
Diantaranya
prinsip dari sistem ekonomi syari’ah adalah sebagai berikut :
a. Multitype
Ownership ( kepemilikan multijenis)
Nilai
tauhid dan nilai adil melahirkan konsep multitype
ownership.Prinsip umum kepemilikan yang berlaku adalah kepemilikan swasta
dalam sistem sosialis, kepemilikan negara. Sedangkan dalam islam berlaku
prinsip kepemilikan multijenis, yaitu mengakui bermacam-macam bentuk
kepemilikan, baik oleh swata, negara atau campuran.
b. Freedom
to Act ( kebebasan bertindak atau berusaha)
Ketika
menjelaskan nilai nubuwwah, kita sudah sampai pada kesimpulan bahwa penerapan
nilai ini akan melahirkan pribadi – pribadi yang professional dan prestatif
dalam segala bidang, termasuk bidang ekonomi dan bisnis. Sifat – sifat nabi
yang dijadikan model tersebut terangkum ke dalam empat sifat utama, yaitu: Shiddiq,
Amanah, Tabligh Dan Fathanah.
Keempat
nilai nubuwwah bila digabungkan dengan nilai keadilan dan
nilai khilafah akan melahirkan prinsip
freedom to act pada setiap muslim, khususnya pelaku bisnis dan ekonomi.
Freedom to act bagi setiap individu akan menciptakan mekanisme pasar dalam perekonomian.
Karena itu, mekanisme pasar adalah keharusan dalam islam.
c. Social
Justice ( keadilan sosial)
Gabungan nilai
khilafah dan nilai ma’ad melahirkan prinsip keadilan sosial. Dalam islam,
pemerintah bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya dan
menciptakan keseimbangan sosial antara yang kaya dan yang miskin.[5]
Bangunan
ekonomi islam didasarkan atas lima nilai, yaitu:
1. Tauhid
(keimanan)
Dengan tauhid manusia menyaksikan bahwa “tiada
sesuatupun yang layak disembah selain Allah”, dan tidak ada pemilik langit,
bumi dan isinya, selain dari Allah”. Karena Allah adalah pencipta alam semesta
dan isinya dan sekaligus pemiliknya. Termasuk pemilik manusia dan seluruh
sumber daya yang ada. Karena itu, Allah adalah pemilik hakiki. Manusia hanya
diberi amanah untuk “ memiliki untuk sementara waktu, sebagai ujian bagi
mereka.
Dalam islam, segala sesuatu yang ada tidak
diciptakan dengam sia – sia, tetapi memiliki tujuan. Tujuan diciptakannya manusia
adalah untuk beribadah kepada – Nya. Karena itu segala aktifitas manusia dalam
hubungannya dengan alam (sumber daya) dan manusia dibingkai dengan kerangka
hubungan dengan Allah. Karena kepada –Nya manusia akan memper- tanggungjawabkan
segala perbuatannya, termasuk aktifitas ekonomi dan bisnis.
2. Adl
( keadilan)
Allah tidak membeda – bedakan perlakuan terhadap
makhluk – Nya secara zalim. Manusia sebagai khalifah di muka bumi harus
memelihara hukum Allah di bumi, dan menjamin bahwa pemakaian segala sumber daya
diarahkan untuk kesejahteraan manusia, supaya semua mendapat manfaat dari
padanya secara adil dan baik.
Islam mendefinisikan adil sebagai “tidak menzalimi
dan tidak dizalimi”. Implikasi ekonomi dari nilai ini adalah bahwa pelaku
ekonomi tidak dibolehkan untuk mengejar keuntungan pribadi bila hal itu
merugikan orang lain atau merusak alam. Tanpa keadilan, manusia akan terkotak –
kotak dalam berbagai golongan. Masing – masing berusaha mendapatkan hasil yang
lebih besar dari pada usaha yang dikeluarkannya karena kerakusannya.
3. Nubuwwah
(kenabian)
Karena
Rahman, Rahim dan Kebijaksanaan Allah, manusia tidak dibiarkan begitu saja di
dunia tanpa mendapat bimbingan. Karena itu diutuslah para nabi dan rasul untuk
menyampaikan petunjuk dari Allah kepada manusia tentang bagaimana hidup yang
baik dan benar di dunia dan mengajarkan jalan untuk kembali ke asal muasal
segalanya yaitu Allah. Fungsi Rasul adalah untuk menjadi model terbaik yang
harus diteladani manusia agar mendapat keselamatan di dunia dan akhirat. Untuk
umat muslim, Allah telah mengirimkan “manusia model” yang terakhir dan sempurna
untuk diteladani sampai akhir zaman yaitu Nabi Muhammad SAW. Sifat – sifat
utama yang harus diteladani oleh manusia pada umumnya dan pelaku ekonomi yaitu:
a. Shiddiq
( benar, jujur)
b. Amanah
( tanggung jawab, dapat dipercaya)
c. Tabligh
(komunikasi, keterbukaan)
d. Fathanah
( kecerdikan, kebijaksanaan)
4. Khilafah
(pemerintahan)
Dalam islam, pemerintah memainkan peranan yang kecil
tetapi sangat penting dalam perekonomian. Peran utamanya adalah untuk menjamin
perekonomian agar berjalan sesuai dengan syari’ah dan untuk memastikan tidak
terjadi pelanggaran terhadap hak – hak manusia. Semua ini menurut Al- Ghazali
adalah untuk memajukan kesejahteraan manusia. Hal ini dicapai dengan melindungi
keimanan, jiwa, akal, kehormatan dan kekayaan manusia.
5. Ma’ad
(hasil = return)
Allah menandaskan bahwa manusia diciptakan di dunia
untuk berjuang. Perjuangan ini akan mendapatkan ganjaran, baik di dunia maupun
di akhirat. Perbuatan baik dibalas dengan kebaikan yang berlipat – lipat,
perbuatan jahat dibalas dengan hukuman yang setimpal. Karena itu, ma’ad
diartikan sebagai imbalan / ganjaran. Implikasi nilai ini dalam kehidupan
ekonomi, oleh Al – Ghazali yang menyatakan bahwa motivasi para pelaku bisnis
adalah untuk mendapatkan laba. Laba di dunia dan laba di akhirat. [6]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam
pandangan ekonomi konvensional, masalah ekonomi muncul karena ketersediaan
sumber daya terbatas sementara kebutuhan atau keinginan manusia bersifat tak
terbatas. Sedangkan dalam pemikiran orang muslim tentang dasar ekonomi itu menganut
tiga mazhab diantaranya Baqir as-Sadr, Mazhab Mainstream, Mazhab Alternatif
kritis. Tujuan ekonomi islam adalah untuk mencapai kesejahteran tapi dalam
ekonomi syari’ah itu arti dalam kesejahteraan itu kebahagian dunia dan akhirat.
Sedangkan kesejahteraan dalam ekonomi konveksional adalah kesejahteraan dalam
perspektif materialisme dan hedonisme. Prinsip sistem ekonomi syariah adalah
Multitype Ownership ( kepemilikan multijenis), Freedom to Act ( kebebasan
bertindak atau berusaha), Social Justice ( keadilan sosial). Bangunan ekonomi
islam didasarkan atas lima nilai, yaitu: Tauhid (keimanan) , adl ( keadilan),
nubuwwah ( kenabian), khilafah ( pemerintahan), ma’ad ( hasil).
DAFTAR PUSTAKA
Anton,
M.B. Hendrie. Pengantar Ekonomika Mikro Islam. Yogyakarta : EKONISIA. 2003
Karim,
Adiwarman.Ekonomi Mikro Islam.Jakarta
: IIT Indonesia. 2002
Rahmawaty, Anita. Ekonomi Mikro
Islam. Kudus : Nora Media Enterprise. 2011
Download FIle lengkap Makalah Masalah Utama dalam Perekonomian Makro islam di jurnalmakalah.com
BalasHapus