MAKALAH
KONSEP AKAD DAN PRODUK BANK SYARIAH
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang masalah
Lembaga keuangan perbankan adalah salah satu
kegiatan usaha yang paling dominan dan sangat dibutuhkan di dunia ekonomi
dewasa ini. Karena fungsinya sebagai pengumpul dana yang sangat berperan demi
menunjang pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Sebagai pengumpul dana, lembaga
perbankan ikut serta membantu pembangunan dengan menyalurkan dananya untuk
proyek-proyek pemerintah. Lembaga perbankan juga menyediakan dana bagi
pengusaha-pengusaha swasta untuk mendanai usaha mereka, bahkan lembaga
perbankan juga berperan penting dalam perkembangan usaha kecil dan menengah
dengan penyaluran dana bagi mereka.
Yang menjadi permasalahan adalah jika usaha
perbankan ini dihubungkan dengan ketentuan hukum islam dalam hal konsep usaha
dan teknis operasional. Dimana syariat Islam telah memberikan aturan-aturan
yang jelas dalam setiap aspek kehidupan manusia, termasuk didalamnya kegiatan
ekonomi. Diantara aturan-aturan itu ialah dilarangnya transaksi yang mengandung
riba, penipuan, gharar (ketidakpastian). Dengan semangat itulah bank syariah
lahir, yaitu membuat sebuah lembaga keuangan yang menerapkan konsep syariah
didalamnya. Oleh karena itu sesuai dengan namanya, bank syariah dalam
menjalankan usahanya tidak bisa dipisahkan dari konsep syariah yang mengatur
produk dan operasionalnya. Konsep syariah dijadikan pijakan dalam pengembangan
produk bank syariah.
B.
Rumusan
masalah
1.
Apa
yang dimaksud konsep akad?
2.
Bagaimana
produk – produk bank syariah?
PEMBAHASAN
A.
Konsep akad
1.
Pengertian akad
Akad (ikatan, keputusan, atau
penguatan) atau perjanjian atau kesepakatan atau transaksi dapat diartikan
sebagai komitmen yang terbingkai dengan nilai – nilai syariah.
Dalam istilah fiqih, secara umum
akad berarti sesuatu yang menjadi tekad seseorang untuk melaksanakan, baik yang
muncul dari sau pihak, seperti wakaf, talak, dan sumpah, maupun yang muncul
dari dua pihak seperti jual beli, sewa, wakalah, dan gadai.
Secara khusus akad berarti
keterkaitan antara ijab (pernyataan penawaran / pemindahan kepemilikan) dan
qobul (pernyataan penerimaan kepemilikan) dalam lingkup yang disyariatkan dan
berpengaruh pada sesuatu.
·
Rukun
akad :
a.
Pelaku
akad
Pelaku
akad haruslah orang yang mampu melakukan akad untuk dirinya (ahliyah) dan
mempunyai otoritas syariah yang diberikan pada seseorang untuk merealisasikan
akad sebagai perwakilan dari yang lain (wilayah).
b.
Objek
akad
Objek
akad harus ada ketika terjadi akad, harus sesuatu yang disyariatkan, harus bisa
diserahterimakan ketika terjadi akad, dan harus sesuatu yang jelas antara dua
pelaku akad.
c.
Shighah
(pernyataan pelaku akad yaitu ijab dan qabul).
Sighat
( ijab qabul ) harus jelas maksutnya,
sesuai antara ijab dan qabul, dan bersambung antara ijab dan qabul.
·
Syarat
akad:
a.
Syarat
berlakunya akad (in’iqod)
Syarat
in’iqod ada yang umum dan ada yang khusus. Syarat umum harus selalu ada pada
setiap akad, seperti syarat yang harus ada pada pelaku akad, objek akad dan
shighat akad, akad bukan pada sesuatu yang diharamkan, dan akad pada sesuatu
yang bermanfaat. Sementara itu, syarat khusus merupakan sesuatu yang harus ada
pada akad – akad tertentu, seperti syarat minimal dua saksi pada akad nikah.
b.
Syarat
sahnya akad (shihah)
Syarat shihah adalah syarat yang diperlukan secara syariah agar
akad berpengaruh, seperti dalam akad perdagangan harus bersih dari cacat.
c.
Syarat
terealisasikannya akad (nafadz)
Syarat nafadz ada dua, yaitu kepemilikan (barang dimiliki oleh
pelaku dan berhak menggunakannya) dan wilayah.
d.
Syarat
lazim
Syarat lazim adalah bahwa akad harus dilaksanakan apabila tidak ada
cacat.
2.
Akad yang digunakan bank syariah
Akad atau transaksi yang digunakan bank syariah dalam operasinya
terutama diturunkan dari kegiatan mencari keuntungan (tijarah) dan sebagian
dari kegiatan tolong – menolong (tabarru’). Turunan dari tijarah adalah
perniagaan (al – bai’) yang berbentuk kontrak pertukaran dan kontrak bagi hasil
dengan segala variasinya. Cakupan akad yang akan dibahas meliputi akad
perniagaan (al bai’) yang umum digunakan untuk produk bank syariah, dan
ditambah lagi akad – akad lain di luar perniagaan, seperti pinjaman kebajikan).
3.
Keterkaitan akad dan produk
“ Allah telah menghalalkan perniagaan
( al – bai’) dan mengharamkan riba.”
(Q.S.
al – baqarah 275)
Inilah dasar utama operasi bank syariah yang meninggalkan
penggunaan system bunga dan menerapkan penggunaan sebagian akad – akad
perniagaan dalam produk – produk bank syariah.
Perlu diingat bahwa dalam melihat produk – produk bank syariah,
selain bentuk atau nama produknya, yang perlu diperhatikan adalah prinsip
syariah yang digunakan oleh produk yang bersangkutan dalam akadnya
(perjanjian), dan bukan hanya nama
produknya sebagaimana produk – produk bank konvensional. Hal ini terkait dengan
bagaimana hubungan antara bank dan nasabah yang menentukan hak dan kewajiban
masing – masing pihak. Selain itu, suatu produk bank syariah dapat menggunakan
prinsip syariah yang berbeda. Demikian juga, satu prinsip syariah dapat
diterapkan pada beberapa produk yang berbeda.
Akad atau transaksi yang berhubungan dengan kegiatan usaha bank
syariah dapat digolongkan ke dalam transaksi untuk mencari keuntungan (
tijarah) dan transaksi tidak untuk mencari keuntungan (tabarru’). transaksi
untuk mencari keuntungan dapat dibagi menjadi dua, yaitu transaksi yang
mengandung kepastian (natural certainty contracts / NCC), yaitu kontrak dengan
prinsip nonbagi hasil ( jual – beli dan sewa), dan transaksi yang mengandung
ketidakpastian ( natural uncertainty contracts / NUC) yaitu kontrak dengan
prinsip bagi hasil. Transaksi NCC berlandaskan pada teori pertukaran, sedangkan
NUC berlandaskan pada teori percampuran. Semua transaksi untuk mencari
keuntungan tercakup dalam pemnbiayaan dan pendanaan, sedangkan transaksi tidak
untuk mencari keuntungan tercakup dalam pendanaan, jasa pelayanan ( fee
based income) dan kegiatan sosial. [1]
4.
Akad
bank syariah
Bank syariah sebagai sebuah entitas bsinis islami menjadikan nilai
dan hukum islam sebagai panduan dalam hal apapun. Termasuk dalam menciptakan
produk dan akad yang digunakan. Pada aplikasinya operasional bank islam di
dasarkan kepada prinsip jual beli dan bagi hasil sesuai dan prinsip – prinsip
lain yang sesuai dengan syariat islam. Adapun bentuk akad dasar dalam
penciptaan produk bank syariah meliputi:
a.
Al
wadiah
Al wadiah adalah perjanjian antar pemilik barang (termasuk uang)
dengan penyimpanan (termasuk bank) dimana pihak penyimpan bersedia untuk
menyimpan dan menjaga keselamatan barang dan atau uang yang dititipkan
kepadanya.
Dasar hukum al – wadiah adalah
“sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya….”
(Q.S.
An- Nisaa’ : 58)
Al- qur’an surat Al – Baqarah : 283
“ jika sebagian kamu mempunyai sebagian yang lain, maka hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanat (utangnya) hendaklah ia bertaqwa kepada
tuhannya….”
(Q.S.
Al – Baqarah : 283)
Prinsip wadi’ah implikasi hukumnya sama dengan qardh, di mana
nasabah bertindak sebagai yang meminjamkan uang dan bank bertindak sebagai yang
peminjam. Prinsip ini dikembangkan berdasarkan ketentuan – ketentuan sebagai
berikut:
1.
Keuntungan
atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank,
sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian.
Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif.
2.
Bank
harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana
yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan
dengan prinsip syari’ah.
3.
Terhadap
pembukaan rekening ini bank dapat mengenakan pengganti biaya administrasi untuk
sekedar menutupi biaya yang benar – benar terjadi.
4.
Ketentuan
lain yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan tetap berlaku selama
tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah.
b.
Al –
mudharabah
Al mudharabah adalah perjanjian antara pemilik modal (uang /
barang) dengan penggusaha dimana pemilik modal bersedia membiayai sepenuhnya
suatu proyek / usaha yang pengusaha bersedia untuk mengelola proyek tersebut
dengan bagi hasil.
Landasan hukum tersendiri yaitu al qur’an al – muzammil :20
“……. Dan sebagian dari mereka orang – orang yang berjalan dimuka
bumi mencari sebagian karunia Allah SWT…..”
(Q.S.
al muzammil : 20)
1. mudharabah dalam aplikasi simpanan
Aplikasi prinsip ini adalah bahwa deposan atau penyimpan bertindak
sebagai shahibul mal dan bank sebagai mudharib. Dana ini digunakan bank untuk
melakukan pembiayaan akad jual beli maupun syirkah. Jika terjadi kerugian maka
bank bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi.
Rukun mudharabah :
a)
Ada
pemilik dana
b)
Ada
usaha yang akan dibagihasilkan
c)
Ada
nisbah
d)
Ada
ijab qabul
Aplikasi prinsip mudharabah:
a)
Tabungan
berjangka
b)
Deposito
berjangka
Berdasarkan kewenangan prinsip mudharabah dapat diklasifikasikan
dalam dua bentuk yaitu:
a.
Mudharabah
mutlaqah
Penerapan mudharabah mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito
sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana yaitu: tabungan mudharabah dan
deposito mudharabah. Berdasarkan prinsip ini tidak ada pembatasan bagi bank
dalam menggunakan dana yang dihimpun.
Ketentuan umum :
1.
Bank
wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tatacara
pemberitahuan keuntungan dan atau pembagian keuntungan secara risiko yang dapat
ditimbulkan dari penyimpanan dana, yang dicantumkan dalam akad.
2.
Untuk
tabungan mudharabah, bank dapat memberikan buku tabungan sebagai bukti
penyimpanan. Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau
tanda penyimpanan deposito kepada deposan.
3.
Tabungan
mudharabah dapat diambil setiap saat oleh penabungan sesuatu dengan perjanjian
yang disepakati, namun tidak diperkenankan mengalami saldo negative.
4.
Deposito
mudharabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang telah
disepakati. Deposito yang diperpanjang, setelah jatuh tempo akan diperlakukan
sama seperti deposito baru, tetapi bila pada akad sudah dicantumkan
perpanjangan otomatis maka tidak perlu dibuat akad baru.
5.
Ketentuan
– ketentuan yang lain yang berkaitan dengan deposito atau tabungan tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan syari’ah.
b.
Mudharabah
muqayyadah
Mudharabah muqayyadah, pada dasarnya sama dengan persyaratan di
mudharabah mutlaqah. Perbedaannya adalah terletak pada adanya pembatasan
penggunaan modal sesuai dengan permintaan pemilik modal.
Dalam praktik perbankann jenis mudharabah jenis ini terbagi pula
menjadi dua jenis yaitu:
1)
Mudharabah
muqayyadah on balance sheet
Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus (restricted
investment) dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat tertentu yang harus
dipatuhi oleh bank.
Karakteristik jenis simpanan ini meliputi:
a)
Pemilik
dana wajib menetapkan syarat tertentu yang harus diikuti oleh bank.
b)
Bank
wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara
pemberitahuan keuntungan.
c)
Sebagai
tanda bukti simpanan, bank menerbitkan bukti simpanana khusus. Bank wajib
menisbahkan dana dari rekening lain.
d)
Untuk
deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan
deposito kepada deposan.
2)
Mudharabah
muqayyadah off balance sheet
Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung
kepada pelaksana usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara yang
mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat
menetapkan syarat – syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari
kegiatan usaha yang akan dibiayai dan pelaksana usahanya.
Adapun karakteristik dari jenis mudharabah seperti ini meliputi:
a)
Sebagai
tanda bukti simpanan, bank menerbitkan bukti simpanan khusus.
b)
Bank
wajib memisahkan dana dari rekening lainnya.
c)
Rekening
khusus dicatat pada pos tersendiri dalam rekening administrative.
d)
Dana
simpanan khusus harus disalurkan secara langsung kepada pihak yang diamanatkan
oleh pemilik dana.
e)
Bank
menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua pihak.
f)
Antara
pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku nisbah bagi hasil.
3.
Dalam
aplikasi transaksi pembiayaan
Mudharabah kerjasama dengan mana shahibul mal memberikan dana 100%
kepada mudharib yang memiliki keahlian. Ketentuan umum yang berlaku dalam akad
mudharabah adalah:
a.
Jumlah
modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus diserahkan
tunai, dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan
uang. Apabila modal diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya dan disepakati
bersama.
b.
Hasil
dari pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan dengan dua
cara:
1)
Hasil
usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan atau waktu
yang disepakati. Bank selaku pemilik modal menanggung seluruh kerugian kecuali
akibat kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah, seperti penyelewengan,
kecurangan dan penyalahgunaan dana.
2)
Bank
berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak berhak mencampuri
urusan pekerjaan / usaha nasabah. Jika nasabah cidera janji dengan kewajiban,
dapat dikenakan sanksi administrasi.
c.
Al –
musyarakah
Al musyarakah adalah perjanjian kerjasama antara dua pihak atau
lebih pemilik modal (uang / barang) untuk mencapai suatu usaha.
Dasar hukumnya adalah al – qur’an surat an – nisaa’ : 12
“jikalau saudara – saudara itu lebih dari seorang maka mereka
bersekutu dalam sepertiga itu.”
(Q.S.
An – Nisaa’ : 12)
Al- qur’an surat shad :24
“ dan sesungguhnya kebanyakan dari orang – orang yang berserikat
itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang –
orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shaleh.”
(Q.S.
Shad : 24)
Musyarakah adalah kerjasama dalam suatu usaha oleh dua pihak dimana
ketentuan umum dalam akad musyarakah adalah sebagai berikut:
1.
Semua
modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama –
sama.
2.
Setiap
pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang
dijalankan oleh pelaksana proyek.
3.
Pemilik
modal dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah tidak boleh melakukan
tindakan seperti:
a)
Menggabungkan
dana proyek dengan harta pribadi.
b)
Menjalankan
proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa ijin pemilik modal lainnya.
c)
Member
pinjaman kepada pihak lain.
4.
Setiap
pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau digantikan oleh pihak lain.
5.
Setiap
pemilik modal dianggap mengakhiri kerjasama apabila:
a)
Menarik
diri dari perserikatan
b)
Meninggal
dunia
c)
Menjadi
tidak cakap hukum
6.
Biaya
yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui
bersama.
7.
Proyek
yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad.
d.
Al –
Bai’
Al – bai’ akad persetujuan jual beli terhadap suatu barang. Adapun
dasar hukumnya adalah Q.S. An – Nisaa’ :29
“ hai orang – orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.”
(Q.S.
An – Nisaa’ : 29)
e.
Al –
ijarah
Al – ijarah adalah perjanjian antara pemilik barang dengan menyewa
yang membolehkan penyewa memanfaatkan barang tersebut dengan membayar sewa
sesuai dengan persetujuan kedua belah pihak.
Dasar hukum al ijarah adalah
Al qur’an surat al qashash : 26
“ salah seorang dari kedua wanita itu berkata : “ ya bapakku
ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang
yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang
kuat lagi dapat dipercaya.”
(Q.S,
Al – Qashash : 26)
Transaksi ijarah dilandasi adanya pemindahan manfaat. Jadi pada
dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya
terletak pada obyek transaksinya. Bila pada jual beli obyek transaksinya adalah
barang, maka pada ijarah obyek transaksinya jasa.
Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang
disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syari’ah dikenal ijarah
muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan).
Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.
f.
Akad
pelengkap
Akad pelengkap sebagai akad ikut akibat dilaksanakannya akad utama.
Akad pelengkap timbul dari system pelayanan berupa jasa, adapun akad pelengkap
meliputi:
1.
Al –
wakalah (amanat)
Wakalah atau wakilah adalah penyerahan atau pendelegasian atau pemberian
mandate dari satu pihak kepada pihak lain. Mandat ini harus dilakukan sesuai
dengan yang telah disepakati oleh si pemberi mandat.
2.
Al –
kafalah ( garansi)
Al – kafalah adalah jaminan yang diberikan penanggung kepada pihak
ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dapat pula
diartikan sebagai pengalihan tanggungjawab dari satu pihak kepada pihak lain.
Dalam dunia perbankan dapat dilakukan dalam hal pembiayaan dengan jaminan
seseorang.
3.
Al –
hawalah
Al hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada
orang lain yang waib menanggungnya. Atau
dengan kata lain pemindahan beban utang dari satu pihak kepada pihak lain.
Dalam dunia keuangan atau perbankan dikenal dengan kegiatan anjak piutang /
factoring.
4.
Ar –
Rahn
Ar –
rahn adalah kegiatan menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan
atas pinjaman yang diterimanya. Kegiatan seperti ini dilakukan seperti jaminan
utang atau gadai.
ANTARA
WA’AD DENGAN AKAD
Fiqih muamalah islam membedakan
antara wa’ad dengan akad. Wa’ad adalah janji (promise) antara satu pihak kepada
pihak lainnya, sementara akad adalah kontrak antara kedua belah pihak, yaitu
pihak yang memberi janji berkewajiban untuk melaksanakan kewajibannya.
Sedangkan pihak yang diberi janji tidak memikul kewajiban apa – apa terhadap
pihak lainnya. Dalam wa’ad, terms and condition – nya belum ditetapkan secara
rinci dan spesifik. Bila pihak yang berjanji tidak dapat memenuhi janjinya,
maka sanksi yang diterimanya lebih merupakan sanksi moral.
Di lain pihak, akad mengikat kedua
belah pihak yang saling bersepakat, yaitu masing – masing pihak terikat untuk
melaksanakan kewajiban mereka masing – masing yang telah disepakati terlebih
dahulu. Dalam akad, terms and condition – nya sudah ditetapkan secara rinci dan
spesifik (sudah well- defined). Bila salah satu atau kedua pihak yang terikat
dalam kontrak itu tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka ia / mereka menerima
sanksi seperti yang sudah disepakati dalam akad.
ANTARA
TABARRU’ DENGAN TIJARAH
Selanjutnya, dari segi ada atau tidak adanya kompensasi, fiqih
muamalat membagi lagi akad menjadi dua bagian yaitu:
I.
Akad
tabarru’
Akad tabarru’ ( gratuitous contract) adalah segala macam perjanjian
yang menyangkut non – for profit transaction (transaksi nirlaba). Transaksi ini
pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan komersil. Akad
tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong – menolong dalam rangka berbuat
kebaikan ( tabarru’ berasal dari kata birr dalam bahasa arab, yang artinya kebaikan).
Dalam akad tabarru’, pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak
mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad tabarru’
adalah dari Allah SWT, bukan dari manusia. Namun demikian, pihak yang berbuat
kebaikan tersebut boleh meminta kepada counter – part – nya untuk sekedar
menutupi biaya (cover the cost) yang dikeluarkannya untuk dapat melakukan akad
tabarru’ tersebut. Namun ia tidak boleh sedikit pun mengambil laba dari akad
tabarru’ itu. Contoh akad – akad tabarru’ adalah qard, rahn, hiwalah, wakalah,
kafalah, wadi’ah, hibah, waqf, shadaqah, hadiah dan lain – lain.
Gambar diatas memberikan skema akad – akad tabarru’ tersebut. Pada
dasarnya, akad tabarru’ ini adalah memberikan sesuatu (giving something) atau
meminjamkan sesuatu (lending something).
Bila akadnya adalah meminjamkan sesuatu, maka objek pinjamannya
dapat berupa uang (lending $) atau jasa kita ( lending yourself). Dengan
demikian, kita mempunyai 3 bentuk umum akad tabarru’yaitu:
1.
Meminjamkan
uang (lending $)
Akad
meminjamkan uang ini ada beberapa macam lagi jenisnya, setidaknya ada 3 jenis,
yaitu:
a.
Bila
pinjaman ini diberikan tanpa mensyaratkan apa pun, selain mengembalikan
pinjaman tersebut setelah jangka waktu tertentu maka bentuk meminjamkan uang
seperti ini disebut dengan qard.
b.
Jika
dalam meminjamkan uang ini si pemberi pinjaman mensyaratkan suatu jaminan dalam
bentuk atau jumlah tertentu, maka bentuk pemberian pinjaman seperti ini disebut
dengan rahn.
c.
Suatu
bentuk pemberian pinjaman uang, di mana tujuannya adalah untuk mengambil alih
piutang dari pihak lain. Bentuk pemberian pinjaman uang dengan maksud seperti
ini disebut hiwalah.
2.
Meminjamkan
jasa kita (lending yourself)
Akad
meminjamkan jasa juga terbagi menjadi 3 yaitu:
a.
Bila
kita meminjamkan “diri kita” (yaitu, jasa keahlian / ketrampilan dan lainnya)
saat ini untuk melakukan sesuatu atas nama orang lain , maka hal ini disebut
wakalah. Karena kita melakukan sesuatu atas nama orang yang kita bantu
tersebut, sebenarnya kita menjadi wakil orang itu. Itu sebabnya akad ini diberi
nama wakalah.
b.
Bila
akad wakalah ini kita rinci tugasnya, yaitu bila kita menawarkan jasa kita
untuk menjadi wakil seseorang, dengan tugas menyediakan jasa custody (penitpan,
pemeliharaan), bentuk peminjaman jasa seperti ini disebut akad wadi’ah.
c.
Ada
variasi lain dari akad wakalah, yaitu contingent wakalah (wakalah bersyarat).
Dalam hal ini, maka kita bersedia memberikan jasa kita untuk melakukan sesuatu
atas nama orang lain, jika terpenuhi kondisinya, atau jika sesuatu terjadi.
Misalnya seorang dosen menyatakan kepada asistennya demikian: “ anda adalah
asisten saya. Tugas anda adalah menggantikan saya mengajar bila saya
berhalangan.” Dalam kasus ini, yang terjadi adalah wakalah bersyarat. Asisten
hanya bertugas mengajar (yaitu melakukan sesuatu atas nama dosen) bila dosen
berhalangan (yaitu bila terpenuhi kondisinya, jika sesuatu terjadi). Jadi
asisten ini tidak otomatis menjadi wakil dosen. Wakalah bersyarat ini dalam
terminology fiqih disebut sebagai akad kafalah.
3.
Memberikan
sesuatu (giving something)
Yang
termasuk ke dalam golongan ini adalah akad – akad sebagai berikut: hibah, waqf,
shadaqah, hadiah. Dalam semua akad – akad tersebut, si pelaku memberikan
sesuatu kepada orang lain. Bila penggunaannya untuk kepentingan umum dan agama,
akadnya dinamakan waqf. Objek waqf ini tidak boleh diperjualbelikan begitu
dinyatakan sebagai asset waqf. Sedangkan hibah dan hadiah adalah pemberian
sesuatu secara sukarela kepada orang lain.
Begitu
akad tabarru’ sudah disepakati, maka akad tersebut tidak boleh diubah menjadi
akad tijarah (yaitu akad komersil, yang akan segera kita bahas) kecuali ada
kesepakatan dari kedua belah pihak untuk mengikatkan diri dalam akad tijarah
tersebut. Misalkan bank setuju untuk menerima titipan mobil dari nasabahnya
(akad wadiah, dengan demikian bank melakukan akad tabarru’), maka bank tersebut
dalam perjalanan kontrak tersebut tidak boleh mengubah akad tersebut menjadi
akad tijarah dengan mengambil keuntungan dari jasa wadiah tersebut.
Sebaliknya,
jika akad tijarah sudah disepakati, akad tersebut boleh diubah menjadi akad
tabarru’ bila pihak yang tertahan haknya dengan rela melepaskan haknya,
sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya.
Fungsi
akad tabarru’
Akad
tabarru’ ini adalah akad – akad untuk mencari keuntungan akhirat, karena itu
bukan akad bisnis. Jadi, akad ini tidak dapat digunakan untuk tujuan – tujuan
komersil. Bank syariah sebagai lembaga keuangan yang bertujuan untuk
mendapatkan laba tidak dapat mengandalkan akad – akad tabarru’ untuk mendapatkan
laba. Bila tujuan kita adalah mendapatkan laba, gunakan akad – akad yang
bersifat komersil, yaitu akad tijarah. Namun demikian, bukan berarti akad
tabarru’ sama sekali tidak dapat digunakan dalam kegiatan komersil. Bahkan pada
kenyataanya, penggunaan akad tabarru’ sering sangat vital dalam transaksi
komersil, karena akad tabarru’ ini dapat dapat digunakan untuk menjembatani
atau memperlancar akad – akad tijarah.
II.
Akad
tijarah
Akad tijarah / mu’awadah (compensational contract) adalah segala
macam perjanjian yang menyangkut for profit transaction. Akad – akad ini
dilakukan dengan tjuan mencari keuntungan, karena itu bersifat komersil. Contoh
akad tijarah adalah akad – akad investasi, jual beli, sewa – menyewa.
Wa’ad
|
Akad
|
Transaksi
sosial
|
Transaksi
komersial
|
1. qard
2. wadiah
3. wakalah
4. kafalah
5. rahn
6. hibah
7. waqf
|
Natural
uncertainty contracts
|
Natural certainty contract
|
1.Musyarakah
(wujud, inan, abdan, muwafadhah, mudharabah)
2.Muzara’ah
3.Musaqah
4. Mukharabah
|
1.Murabahah
2.Salam
3.Istishna’
4.Ijarah
|
Teori percampuran
|
Teori pertukaran
|
[1]
Ascarya, akad dan produk bank syariah edisi 1 cetakan ke 4 , Jakarta, rajawali,
2013, hlm: 35-39.
Terima kasih banyak yaa !!!
BalasHapusSangat membantu nih...
Casino Resort - Las Vegas, NV Hotels - MapYRO
BalasHapus› casino › resort-las-vegas- › casino › resort-las-vegas- 7 days ago — 7 days ago Casino resort located at 3845 S. Las Vegas Blvd in Las 파주 출장안마 Vegas, NV. Use this simple form 아산 출장샵 to find hotels, 양산 출장마사지 motels, 안성 출장안마 and other lodging near Casino 여주 출장마사지 Resort.